Senin, 16 Desember 2013

Persepsi Konsumen



Persepsi Konsumen
Persepsi adalah proses di mana seseorang memilih, mengatur, dan menafsirkan rangsangan menjadi sebuah gambar yang bermakna dan koheren dunia. Bagaimana kita melihat dunia di sekitar kita. 

Berbagai Konsep Penting Mengenai Persepsi Selektif
                Pemilihan stimuli konsumen dari lingkungan berdasarkan pada interaksi berbagai harapan dan motif mereka dengan stimulus itu sendiri. Prinsip persepsi yang selektif meliputi konsep-konsep berikut ini: pembukaan diri yang selektif, perhatian yang selektif, pertahanan terhadap persepsi, dan halangan persepsi.

PENGELOMPOKAN PERSEPSI
                Para konsumen mengorganisasikan semua persepsi mereka menjadi satu keseluruhan. Prinsip-prinsip khusus yang mendasari pengelompokkan persepsi seringkali disebut psikologi Gestalt. Tiga prinsip yang paling dasar adalah figur dan dasar, pengelompokan, dan penyelesaian.

INTERPRETASI PENAFSIRAN PERSEPSI
                Penafsiran stimuli sangat subyektif dan didasarkan pada apa yang diharapkan konsumen untuk dilihat dari pengalaman sebelumnya, banyaknya penjelasan yang masuk akal yang dapat dibayangkannya, motif dan minat pada waktu timbulnya persepsi, dan kejelasan stimulus itu sendiri. Pengaruh yang cenderung menyimpangkan penafsiran yang obyektif diantaranya:
  • Penampilan fisik,
  • Stereotip,
  • Berbagai petunjuk (isyarat) yang tidak relevan,
  • Kesan pertama, dan
  • Kecenderungan mengambil keputusan yang terlalu cepat.
BERBAGAI CITRA KONSUMEN
                Sebagaimana para Individu merasakan citra diri sendiri, mereka juga merasakan citra produk dan citra merk. Produk dan merk mempunyai nilai simbolis bagi individu, yang menilainya atas dasar konsistensi (kesesuaian) dengan gambaran pribadi mengenai diri sendiri.

PENGATURAN ULANG POSISI PRODUK
                Citra yang dipunya produk tertentu dalam pikiran konsumen yaitu pengaturan posisinya, yang mungkin lebih penting bagi sukses akhir daripada karakteristik produk yang sebenarnya. Produk dan jasa yang dirasa menyenangkan mempunyai peluang yang jauh lebih baik untuk dibeli daripada produk dan jasa yang mempunyai citra tidak menyenangkan atau netral. Tanpa memperhatikan seberapa baik posisi produk tertentu, pemasar mungkin terpaksa mengatur ulang posisi produk untuk merespon peristiwa pasar (seperti pesaing mengurangi pangsa pasar merknya), atau memenuhi perubahan kelebih-sukaan konsumen, dan lain sebagainya.

PENGATURAN POSISI JASA
                Dibandingkan dengan perusahaan pabrikan, para pemasar jasa menghadapi beberapa masalah yang unik dalam mengatur posisi dan mempromosikan penawaran. Karena jasa tidak dapat dilihat, citra menjadi faktor kunci dalam membedakan faktor jasa dari para pesaingnya. Dengan demikian, tujuan pemasaran adalah untuk memungkinkan konsumen menghubungkan suatu citra khusus dengan merk khusus.

PANDANGAN ATAU PERSEPSI MENGENAI HARGA
                Bagaimana konsumen memandang harga tertentu (tinggi, rendah, wajar) mempunyai pengaruh yang kuat terhadap maksud membeli dan kepuasan membeli. Para konsumen mengandalkan harga acuan internal maupun eksternal ketika menilai kewajaran harga. Harga acuan adalah setiap harga yang digunakan konsumen sebagai dasar perbandingan dalam menilai harga lain. Harga acuan internal adalah harga-harga (rentang harga) yang didapat kembali oleh konsumen dari ingatan.
Elemen Persepsi dibagi menjadi 4, yaitu :
1.       Sensasi
Sensai merupakan respon yang segera dan langsung dari alat pancaindera terhadap stimuli yang sederhana (iklan, kemasan, merk). Stimulus adalah setiap unit masukan yang diterima oleh panca indera. Kepekaan konsumen merujuk pada pengalaman berupa sensasi. Kepekaan terhadap stimuli berbeda-beda sesuai dengan perbedaan kualitas indera penerima individu dan besarnya atau intensitas stimulasi yang dialaminya.

2.       Ambang Batas Absolut
Tingkat terendah dimana seseorang dapat mengalami sensasi disebut ambang absolut. Titik dimana seseorang dapat mengetahui perbedaan antara “ada sesuatu” dan “tidak ada apa-apa” merupakan ambang absolut orang itu terhadap stimulus tersebut. Dalam bidang persepsi, istilah penyesuaian diri khususnya merujuk pada “menjadi terbiasa” terhadap sensasi dan tingkat stimulasi tertentu.

3.       Ambang Diferensial atau JND ( Just Noticeable Difference)
Perbedaan terkecil (minimal) yang dapat dirasakan antara dua macam stimuli yang hampir serupa disebut ambang diferensial atau just noticeable difference (perbedaan yang masih dapat dilihat) disingkat j.n.d. Ernest Weber seorang ilmuwan Jerman abad 19 menemukan bahwa j.n.d. antara dua stimuli tidak merupakan jumlah absolut tetapi jumlah relative atas intensitas stimulus pertama. Hukum Weber menyatakan bahwa semakin besar stimulus pertama, semakin besar intensitas tambahan yang dibutuhkan supaya stimulus kedua dapat dirasakan perbedaannya. Sebagai contoh, kenaikan $100 pada harga sebuah mobil mungkin tidak akan diperhatikan, tetapi kenaikan $1 pada harga premium (bensin) segera akan menjadi perhatian para konsumen, karena merupakan persentase yang berarti dari harga bensin sebelum terjadi kenaikan harga.

Aplikasi JND ke pemasaran
Para produsen dan pemasar berusaha menetapkan j.n.d. yang relevan untuk produk mereka karena dua alasan yang sangat berbeda yaitu:

a.       Supaya berbagai perubahan negatif (misalnya, pengurangan ukuran atau kualitas produk, atau peningkatan harga produk) tidak dapat dengan mudah dilihat oleh publik (tetap dibawah j.n.d.).
b.      Supaya perbaikan produk (seperti kemasan yang diperbaharui, ukuran yang diperbesar, atau harga yang lebih rendah) sangat jelas bagi para konsumen tanpa pemborosan yang tidak berguna (berada di tingkat atau sedikit di atas j.n.d.).

4.       Persepsi Subliminal
Adalah persepsi yang timbul oleh stimulus yang berada di bawah ambang batas atau elemen kesadaran walaupun jelas tidak di bawah ambang batas absolut. Contoh persepsi sublimal yaitu :
a.       1957: Drive-In Movie Theater
b.      1974: Publikasi Seduction Subliminal
c.       1990: Tuduhan terhadap Disney
- Apakah Persuasi Subliminal Efektif? Penelitian yang ekstensif telah menunjukkan tidak ada bukti bahwa iklan subliminal dapat menyebabkan perubahan perilaku. Beberapa bukti bahwa rangsangan subliminal dapat mempengaruhi reaksi afektif.
            Delta I = I x K

 
Hukum weber : Sebuah teori mengenai diferensiasi yang dirasakan antara rangsangan yang sama dari berbagai intensitas (yaitu, semakin kuat stimulus awal, semakin besar intensitas tambahan yang dibutuhkan untuk stimulus kedua dianggap sebagai yang berbeda).

Delta I = JND, perbedaan terkecil dari intensitas stimulus yang diperlukan untuk menghasilkan JND
I = Intensitas stimulus awal sebelum ada perubahan
K= Konstanta yang menggambarkan proporsi jumlah perubahan dalam stimulus yang diperlukan agar bisa dirasakan. Nilai K akan berbeda antara pancaindra.
PRODUK
I (Harga Awal)
Perubahan Harga
K (% perubahan)
Harga Akhir
Beras Rojolele
Rp. 4000,00/Kg
Rp. 400,00
10%
Rp. 3600,00
Pizza Hut Large
Rp. 40000,00/loyang
Rp. 400,00
1%
Rp. 39.600,00





 Aplikasi hukum Weber :
  • Jika Kedua produk diturunkan masing-masing sebesar Rp.400,00 maka perubahan harga untuk beras sebsar 10% (K=10%) dan penurunan untuk pizza sebesar 1%
  • Jika berdasarkan angka absolut, penurunan harga ini tidak tepat. Konsumen akan merasakan perbedaan jika harga beras menjadi Rp.3.600,00 per Kg namun tidak haknya jika pizaa hanya menjadi Rp. 39.600,00
  • Agar konsumen merasakan perbedaan antara stimulus yang dihasilkan dengan dengan stimulus semula maka harus menggunakan persen penurunan dari harga awal, yaitu menetapkan berapa nilai K. Misalnya K adalah 10% maka produsen pizza harus menurunkan harga pizza sebesar Rp.4000,00 menjadi Rp. 36.000/Loyang dan harha beras turun Rp.400,00 menjadi Rp. 3.600,00/Kg.
Riset Mengenai Persepsi Subliminal
                Riset menyangkal pendapat bahwa stimuli subliminal mempengaruhi keputusan membeli konsumen. Serangkaian eksperimen laboratorium yang sangat imajinatif dan diadakan mengikuti dengar pendapat publik tersebut mendukung pendapat bahwa individu dapat merasakan sesuatu di bawah tingkat kesadaran mereka, tetapi tidak menemukan bukti bahwa mereka dapat dibujuk untuk bertindak sebagai respon terhadap stimulasi subliminal.

Mengavaluasi Keefektifan Persusasi Subliminal
                Suatu tinjauan literatur menyatakan bahwa riset persepsi subliminal berdasarkan pada dua pendekatan teoritis, yaitu:
  1. Pengulangan stimuli yang sangat lemah secara terus-menerus mempunyai pengaruh tambahan yang memungkinkan stimuli itu membangun daya tanggapan terhadap berbagai penyajian.
  2. Stimuli seksual subliminal menimbulkan motivasi seksual yang tidak disadari
Meskipun demikian, belum ada studi yang menunjukkan bahwa salah satu pendekatan teoritis ini telah digunakan secara efektif oleh para pemasang iklan untuk meningkatkan penjualan. Ringkasnya, walaupun ada bukti bahwa stimuli subliminal dapat mempengaruhi reaksi afektif, namun tidak ada bukti bahwa stimulasi subliminal dapat mempengaruhi motif atau tindakan konsumsi.
Aspek Persepsi pada hakekatnya  merupakan suatu interelasi dari berbagai komponen, dimana komponen-komponen tersebut menurut Allport (dalam Mar’at, 1991) ada tiga yaitu:
1.    Komponen Kognitif
Yaitu komponen yang tersusun atas dasar pengetahuan atau informasi yang dimiliki seseorang tentang obyek sikapnya. Dari pengetahuan ini kemudian akan terbentuk suatu keyakinan tertentu tentang obyek sikap tersebut.
2.    Komponen Afektif
Afektif berhubungan dengan rasa senang dan tidak senang. Jadi sifatnya evaluatif yang berhubungan erat dengan nilai-nilai kebudayaan atau sistem nilai yang dimilikinya.
3.    Komponen Konatif
Yaitu merupakan kesiapan seseorang untuk bertingkah laku yang berhubungan dengan obyek sikapnya.

·      Seleksi
Seleksi ini terjadi ketika konsumen menangkap dan memilih stimulus berdasarkan pada psychological set yang dimiliki. Psychological set yaitu berbagai informasi yang ada dalam memori konsumen. Sebelum seleksi persepsi terjadi, terlebih dahulu stimulus harus mendapat perhatian dari konsumen. Seleksi perseptual Tergantung pada dua faktor utama :
  1. Pengalaman konsumen sebelumnya, karena hal tersebut mempengaruhi harapan-harapan mereka (apa yang mereka siapkan atau “tetapkan” untuk dilihat),
  2. Motif mereka pada waktu itu (kebutuhan, keinginan, minat, dan sebagainya).
·      Organisasi persepsi.
Organisasi persepsi ( Perceptual Organization) berarti bahwa  konsumen  mengelompokkan  informasi dari berbagai sumber kedalam pengertian yang menyeluruh untuk memahami lebih baik dan bertindak atas pemahaman itu. Prinsip dasar dari organisasi persepsi adalah penyatuan  yang  berarti  bahwa  berbagai  stimulus  akan  dirasakan  sebagai suatu yang dikelompokkan secara menyeluruh.

·      Interpretasi Perseptual.
Proses terakhir dari persepsi adalah memberikan interpretasi atas stimuli yang diterima oleh konsumen. Setiap stimuli yang menarik perhatian konsumen baik disadari atau tidak disadari, akan diinterpretasikan oleh konsumen. Dalam proses interpretasi konsumen terdapat hal-hal sebagai berikut :

Akuisisi-Transaksi Utilitas
                Utilitas akuisisi merupakan dirasakan keuntungan ekonomi konsumen atau kerugian yang terkait dengan pembelian.
Fungsi utilitas produk dan harga pembelian
Utilitas Transaksi menyangkut kesenangan yang dirasakan atau ketidaksenangan yang terkait dengan aspek keuangan pembelian. Ditentukan oleh perbedaan antara harga referensi internal dan harga beli.

Kualitas Yang Dirasakan Atau Dipersepsikan
                Para konsumen sering menilai kualitas suatu produk atau jasa berdasarkan berbagai macam isyarat informasi, beberapa diantaranya intrinsik terhadap produk (seperti, warna, ukuran, rasa, aroma), sedangkan yang lain bersifat ekstrinsik (misalnya, harga, citra toko, citra merk, lingkungan jasa). Dalam keadaan tidak adanya pengalaman langsung atau informasi lain, parakonsumen sering mengandalkan harga sebagai indikator kualitas.
Skala SERVQUAL, dirancang untuk mengukur kesenjangan harga antara harapan pelanggan mengenai pelayanan dan persepsi konsumen mengenai pelayanan yang diberikan, yang didasarkan pada lima dimensi berikut ini:
·         Tangibles: Penampilan fasilitas fisik, peralatan, personil, dan bahan komunikasi
·         Reliabilitas : Kemampuan keandalan untuk melakukan layanan yang dijanjikan dependably dan akurat
·         Responsiveness : Kesediaan Responsiveness untuk membantu pelanggan dan memberikan layanan yang cepat
·         Asuransi : Pengetahuan dan kesopanan karyawan dan kemampuan mereka untuk menyampaikan kepercayaan dan keyakinan
·         Empati  : Peduli, perhatian individual perusahaan menyediakan pelanggan

 Risiko Persepsi
Menurut Dowling (1986) (dalam Ferrinadewi 2008) persepsi terhadap resiko (perceived risk) adalah persepsi negatif konsumen atas sejumlah akitivitas yang didasarkan pada hasil yang negatif dan memungkinkan bahwa hasil tersebut menjadi nyata. Hal ini merupakan masalah yang senantiasa dihadapi konsumen dan menciptakan suatu kondisi yang tidak pasti misalkan ketika konsumen menentukan pembelian produk baru. Berbagai penelitiann berhasil dilakukan oleh beberapa ahli dan hasilnya dirangkum oleh Mowen dan Minor (2001) :
1)      Resiko keuangan, resiko yang hasilnya akan merugikan konsumen secara keuangan.
2)      Resiko kinerja, resiko bahwa produk tidak akan memberika kinerja yang diharapkan.
3)      Resiko fisik, resiko bahwa produk secara fisik akan melukai konsumen.
4)      Resiko psikologis, resiko bahwa produk akan menurunkan citra diri konsumen.
5)      Resiko sosial, resiko bahwa lingkungan sekitar akan mengejek pembelian produk.
6)      Resiko waktu, resiko bahwa sebuah keputusan akan menghabiskan banyak waktu.
7)      Opportunity Loss, resiko bahwa dengan melakukan sebuah tindakan konsumen akan merasa rugi jika melakukan hal lain yang benar-benar ingin ia lakukan.
Para konsumen mengembangkan strategi mereka sendiri untuk mengurangi resiko yang diharapkan meliputi:
  • Konsumen mencari informasi,
  • Konsumen setia kepada merk,
  • Konsumen memilih berdasarkan citra merk,
  • Konsumen mengandalkan citra toko (pedagang ritel yang mempunyai nama baik),
  • Konsumen membeli model yang termahal,
  • Konsumen memberi jaminan.

- www.gunadarma.ac.id
- www.studentsite.gunadarma.ac.id
- www.baak.gunadarma.ac.id

Kamis, 16 Mei 2013

KETAHANAN NASIONAL DI BIDANG BUDAYA



BAB I

PENDAHULUAN



1.1  Penegasan Mengenai Judul

Bangsa Indonesia adalah bangsa luas dan besar yang memiliki sekitar 17.000 buah pulau-pulau besar dan pulau-pulau kecil dari Sabang di Sumatera sampai Merauke di Papua. Bangsa Indonesia juga  memiliki sekitar 300 suku bangsa atau etnik dengan berbagai budaya dan adat istiadat yang berbeda antara satu suku bangsa dengan suku bangsa lainnya.
Sungguh hal yang demikian adalah merupakan suatu karunia Allah SWT yang tak terhingga nilainya. Sebagai bangsa Indonesia kita harus bersyukur, karena hal tersebut merupakan suatu potensi dan kekuatan yang luar biasa bilamana dikelola dengan baik dan maksimal untuk kesejahteraan masyarakat bangsa Indonesia. Namun di sisi lain keanekaragaman budaya dan suku bangsa dapat merupakan ancaman disintegrasi yang menakutkan, bahkan akan menghancurkan bangsa ini bilamana keanekaragaman budaya dan adat istiadat tersebut tidak dapat dikelola dengan baik dan benar. Konflik antar suku bangsa seperti yang pernah terjadi di Ambon dan konflik suku Madura-Kalimantan yang terjadi di Sampit sangat mungkin terjadi lagi. Bahkan konflik antar daerah juga bisa terjadi seperti di Provinsi Sulawesi Barat. Ini disebabkan karena masih ada sebagian masyarakat yang tidak menghendaki terjadinya pemisahan wilayah yang semula hanya satu kabupaten kemudian menjadi kabupaten pemekaran yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat dalam rangka percepatan pembangunan ataupun pengembangan demokrasi. 
 Pada era globalisasi saat ini, mengelola suatu bangsa yang luas dan besar seperti bangsa Indonesia tentu bukan merupakan hal yang mudah. Tantangan globalisasi menjadi bagian dari tantangan yang bersifat eksternal selain dari tantangan, bahkan ancaman yang berasal dari keanekaragaman budaya dan suku bangsa yang bersifat internal. Perkembangan teknologi informasi menjadi salah satu sebab semakin cepatnya terjadi perubahan pada masyarakat suatu bangsa. Teknologi informasi menjadi terbuka dan bahkan seolah-olah telah menjadi kebutuhan primer bagi masyarakat saat ini sehingga masyarakat yang belum memiliki kemampuan teknologi informasi dinilai belum mengikuti perkembangan globalisasi. Tentu globalisasi melalui teknologi informasi tersebut juga memberikan hal-hal yang positif tetapi banyak juga ada hal-hal yang negatif. Maka, masyarakat dan bahkan bangsa Indonesia harus mampu melakukan filterisasi terhadap perkembangan teknologi informasi tersebut sehingga tidak memberikan dampak negatif pada masyarakat. Misalnya, gambar-gambar yang masuk dalam katagori pornografi yang gampang diakses menjadi ancaman serius generasi muda. 
Pada dasarnya, perkembangan teknologi informasi (internet) ini dapat dimanfaatkan untuk media pengembangan budaya nasional. Bangsa Indonesia memiliki kesempatan yang besar untuk mempublikasikan atau bahkan mempromosikan semua budaya nasional Bangsa Indonesia untuk kemajuan bangsa dan kesejahteraan rakyat. Banyak hal yang dapat dimanfaatkan melalui yang terkait dengan budaya nasional. Kita bersyukur karena batik telah di tetapkan oleh UNESCO sebagai bagian dari kebudayaan dunia. Sehingga tanggal 2 Oktober telah ditetapkan sebagai “Hari Batik se-Dunia”. Kita harus berbangga karena Indonesia di kenal sebagai negara batik yang juga sudah menjadi bagian dan bahkan menjadi mata pencaharian masyarakat kita.  Semoga keberhasilan ini dapat disusul dengan budaya nasional bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke.

1.2  Alasan Pemilihan Judul

Dalam penulisan karya tulis ini yang berjudul “Ketahanan Nasional Di Bidang Budaya”, penulis ingin menyampaikan kepada para pembaca agar mempertahankan kebudayaan Indonesia yang sangat beragam dan unik supaya kita dapat mampu mengembangkan kekuatan nasional di dalam menghadapi masalah dan mengatasi segala ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan baik yang datang dari luar maupun dari dalam.

1.3 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penulisan ini adalah :
-       Apa saja pengklaiman negara Jiran Malaysia?
-       Dimana nasionalisme generasi muda saat ini?
-       Bagaimana peran pemerintah dan masyarakat agar tidak terjadi pengklaiman budaya lagi?

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penulisan ini adalah untuk :
-       Mengetahui apa saja budaya negeri kita yang di klaim oleh negara Malaysia
-       Mengetahui alasan para generasi muda melupakan nasionalisme saat ini
-       Mengetahui bagaimana peran pemerintah dan masyarakat Indonesia agar tidak terjadi lagi pengklaiman oleh negara tetangga

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat kita peroleh dari penulisan ini dalah kita dapat mengetahui seberapa pentingnya peran serta kita sebagai anak bangsa dalam mempertahankan dan melestarikan kebudayaan Indonesia agaar tidak di klaim oleh negara Jiran Malaysia. Kita juga dapat mengetahui apa saja budaya nasional kita yang di akui oleh negara tetangga khususnya Malaysia. Serta dapat mengetahui kemana perginya nasionalisme kita saat ini khususnya para generasi muda penerus bangsa.

1.6 Sistematika Penulisan

Penulisan karya tulis ini terdiri dari 5 bab dimana setiap bab-nya memiliki sub bab sistematikanya adalah sebagai berikut :

BAB 1 Pendahuluan :
Pada bab ini membahas latar belakang penulisan, rumusan dan batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB 2 Landasan Teori :
Pada bab ini berisikan landasan atas teori-teori yang mengacu pada tema penulisan karya tulis ini.

BAB 3 Metode Penelitian :
Pada bab ini membahas tentang objek penelitian dan bagaimana penulis memperoleh data untuk penulisan karya tulis ini, apakah menggunakan metode studi lapangan dengan terjun langsung kelapangan dan mewawancarai narasumber untuk memperoleh informasi atau dengan menggunakan metode studi pustaka dengan mencari data melalui buku dan internet yang berhubungan dengan tema penulisan karya tulis ini.

BAB 4 Pembahasan :
Pada bab ini berisi uraian mengenai judul yang dipakai, yaitu tentang keanekaragaman budaya indonesia, tindakan pemerintah dan masyarakat terhadap pengklaiman budaya kita, apa saja kebudayaan kita yang telah dicuri oleh negara lain dan mengenai siapa saja yang harus melestarikan kebudayaan kita ini.

BAB 5 Penutup :
Pada bab ini berisi kesimpulan dan saran-saran atas isi dari karya tulis ini.


BAB II

LANDASAN TEORI


2.1  Pengertan Ketahanan Nasional

Istilah sosial budaya mencakup dua segi utama kehidupan bersama manusia, yaitu segi kemasyarakatan dimana manusia demi kelangsungan hidupnya harus mengadakan kerja sama dengan sesama manusia, dan segi kebudayaan yang merupakan keseluruhan cara hidup, yang manifestasinya tampak dalam tingkah laku dan hasil tingkah laku yang terarah.
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.
Ketahanan pada aspek sosial budaya merupakan salah satu pilar yang penting untuk menyangga kelangsungan hidup bangsa dan negara Republik Indonesia sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 pasal 32 : “Kebudayaan nasional itu adalah kebudayaan yang timbul sebagai usaha budi daya rakyat Indonesia seluruhnya. Kebudayaan lama dan asli yang terdapat sebagai puncak dan kebudayaan di daerah-daerah di seluruh Indonesia, terhitung sebagai bangsa. Usaha kebudayaan harus menuju ke arah kemajuan adab, budaya, dan persatuan, dengan tidak menolak bahan-bahan dari kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan Indonesia” .
Perinsip Persatuan Indonesia, memberikan acuan bahwa pola fikir, sikap dan tindak bangsa Indonesia harus mengarah pada keutuhan dan kokohnya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan memiliki prinsip nasionalisme bangsa Indonesia yang diarahkan agar bangsa Indonesia senantiasa Menempatkan persatuan – kesatuan, kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau kepentingan golongan. Menunjukkan sikap rela berkorban demi kepentingan Bangsa dan Negara, Bangga sebagai bangsa Indonesia dan bertanah air Indonesia, tidak rendah diri, mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban antara sesama manusia dan sesama bangsa, menumbuhkan sikap saling mencintai sesama manusia, mengembangkan sikap tenggang rasa, tidak semena-mena terhadap orang lain, gemar melakukan kegiatan kemanusiaan, senantiasa menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, berani membela kebenaran dan keadilan, merasa bahwa bangsa Indonesia merupakan bagian dari seluruh umat manusia, terutama warga Indonesia. Dalam hal terjadinya konflik kepentingan, kepentingan bangsa diletakan diatas kepentingan pribadi, klompok, golongan dan daerah.

2.2  Macam – Macam Ketahanan Nasional

Perwujudan ketahanan nasional terbagi :
1. Perwujudan Ketahanan Nasional Indonesia dalam Trigatra, terbagi menjadi :
a. Aspek lokasi dan posisi Geografis Wilayah Indonesia
b. Aspek Keadaan dan Sumber-sumber Kekayaaan Alam
c. Aspek Penduduk

2. Perwujudan Ketahanan Nasional dalam Pancagatra, terbagi menjadi :
a. Ketahanan Nasional Dalam Bidang Ideologi
b. Ketahanan Nasional Dalam Bidang Politik
c. Ketahanan Nasional di Bidang Ekonomi
d. Ketahanan nasional dibidang social budaya
e. Ketahanan nasional dibidang pertahanan keamanan

Ketahanan nasional meliputi ketahanan ideologi, ketahanan politik, ketahanan ekonomi, ketahanan sosial budaya dan ketahanan pertahanan keamanan.
-       Ketahanan ideologi adalah kondisi mental bangsa Indonesia yang berlandaskan keyakinan akan kebenaran ideologi pancasila yang mengandung kemampuan untuk menggalan dan memelihara persatuan dan kesatuan nasional dan kemampuan untuk menangkal penetrasi ideologi asing serta nilai - nilai yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa.
-       Ketahanan politik adalah kondisi kehidupan politik bangsa yang berlandaskan demokrasi politik berdasarkan pancasila dan UUD 1945, mengandung kemampuan stabilitas politik yang sehat dan dinamis serta kemampuan menerapkan politik luar negeri yang bebas aktif.
-       Ketahanan ekonomi adalah kondisi kehidupan perekonomian bangsa yang berlandaskan demokrasi ekonomi berdasarkan pancasila, yang mengandung kemampuan memelihara stabilitas ekonomi yang sehat dan dnamis serta kemampuan menciptakan kemandirian ekonomi dengan daya saing yang tinggi dan mewujudkan kemakmuran rakyat yang adil dan merata.
-       Ketahanan nasional budaya adalah kondisi kehidupan sosial budaya bangsa yang dijiwai kepribadian nasional berdasarkan pancasila, yang mengandung kemampuan membentuk dan mengembangkan kehidupan sosial budaya manusia dan masyarakat indonesia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, rukun, bersatu, cinta tanah air, berkualitas, maju, dan sejahtera dalam kehidupan yang serba selaras, serasi, dan seimbang serta kemampuan menangkal penetrasi budaya asing yang tidak sesuai dengan kebudayaan nasional.
-       Ketahanan pertahanan keamanan adalah kondisi daya tangkal bangsa yang dilandasi kesadaran bela negara seluruh rakyat yang mengandung kemauan memelihara stabilitas pertahanan keamanan negara yang dinamis, mengamankan pembangunan dan hasil – hasilnya, serta kemampuan mempertahankan kedaulatan negara dan menagkal segala bentuk ancaman.
Kondisi kehidupan nasional merupakan pencerminan ketahanan nasional yang mencakup aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan, sehingga ketahanan nasional adalah kondisi yang harus dimiliki dalam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam wadah NKRI yang dilandasi oleh landasan idiil Pancasila, landasan konstitusional UUD 1945, dan landasan visional Wawasan Nasional.

2.3  Unsur Kebudayaan

Kebudayaan setiap masyarakat atau bangsa terdiri dari unsur-unsur besar maupun unsur-unsur kecil yang merupakan bagian dari suatu kebulatan yang bersifat  kesatuan. Misalnya dalam kebudayaan Indonesia dapat dijumpai unsur besar seperti umpamanya Candi Borobudur dan Candi Prambanan yang dibangun pada masa  lalu. Disamping itu, ada unsur-unsur kecil kebudayaan seperti sisir, kancing baju, peniti dan lainnya yang dijual dipingir jalan yang terbuat dari kulit kerang ataupun batok kelapa.
Menurut Melville J. Herskovits menyebutkan empat unsur pokok kebudayaan, yaitu; 
(1) alat-alat teknologi, 
(2) sistem ekonomi,
(3) keluarga, 
(4) kekuasaan politik. 

Sedangkan menurut Bronislaw Malinowski yang terkenal sebagai seorang pelopor teori fungsional dalam antropologi, menyebut unsur-unsur pokok kebudayaan sebagai berikut;   
(1) sistem norma yang memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat di dalam upaya menguasai alam sekelilingnya, 
(2) organisasi ekonomi, 
(3) alat-alat dan lembaga atau petugas pendidikan (keluarga diletakkan sebagai lembaga pendidikan utama),  dan 
(4) organisasi kekuatan.
Selanjutnya menurut Kluckhohn dalam sebuah karyanya yang berjudul Universal Categories of culture telah menguraikan unsur-unsur kebudayaan dari berbagai pendapat para sarjana ke dalam tujuh unsur kebudayaan yang dianggap sebagai universal cultural  yaitu; 
(1) peralatan dan perlengkapan hidup manusia (pakaian, perumahan, alat-alat rumah tangga, senjata, alat-alat produksi transport dan sebagainya),
(2) mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi (pertanian, peternakan, sistem produksi, system distribusi dan sebagainya), 
(3) sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem hukum, sistem perkawinan), 
(4) bahasa (lisan maupun tertulis), 
(5) kesenian (seni rupa, seni suara, seni gerak dan sebagainya), 
(6) system pengetahuan, 
(7) religi (sistem kepercayaan)

Ralph Linton menjabarkan cultural universal tersebut ke dalam kegiatan-kegiatan kebudayaan atau biasa disebut cultural activity. Sebagai contoh cultural universal pencaharian hidup dan ekonomi, antara lain mencakup kegiatan-kegiatan seperti pertanian, peternakan, sistem produksi, sistem distribusi dan lain-lain. Kesenian, misalnya, meliputi kegiatan-kegiatan seperti seni tari, seni rupa, seni suara dan lain-lain.
Selanjutnya, Ralph Linton merinci kegiatan-kegiatan kebudayaan tersebut menjadi unsur-unsur yang lebih kecil lagi yang disebut trait-complex. Misalnya kegiatan pertanian menetap meliputi unsur-unsur irigasi, sistem mengolah tanah dengan bajak, sistem hak milik atas tanah dan lain sebagainya. Selanjutnya trait-complex mengolah tanah dengan bajak, akan dapat dipecah-pecah ke dalam unsur-unsur yang lebih kecil lagi umpamanya hewan-hewan yang menarik bajak, teknik mengendalikan bajak dan seterusnya. Akhirnya sebagai unsur kebudayaan terkecil yang membentuk traits adalah items. Apabila diambil contoh  alat bajak tersebut, maka bajak tadi terdiri dari gabungan alat-alat atau bagian-bagian yang lebih kecil lagi yang dapat dilepaskan. Akan tetapi pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan. Apabila salah satu bagian bajak tersebut dihilangkan, maka bajak tidak dapat melaksanakan fungsinya sebagai bajak.
Menurut Bronislaw Malinowski yang selalu mencoba mencari fungsi atau kegunaan setiap unsur kebudayaan, tak ada suatu unsur kebudayaan yang tidak mempunyai kegunaan yang cocok dalam rangka kebudayaan sebagai keseluruhan.  Apabila ada unsur kebudayaan yang kehilangan kegunaannya, unsur tersebut akan hilang dengan sendirinya. Kebiasaan-kebiasaan serta dorongan, tanggapan yang didapat dengan belajar serta dasar-dasar untuk organisasi harus diatur sedemikian rupa sehingga memungkinkan pemuasan kebutuhan-kebutuhan pokok manusia.

2.4  Tantangan Globalisasi

Hans J. Morgenthau mengatakan bahwa untuk menjadi sebuah negara yang kuat maka ada beberapa hal-hal yang harus menjadi perhatian yang disebutnya sebagai unsur-unsur kekuatan nasional. Kekuatan nasional adalah kesatuan yang terdiri dari keseluruhan atau gabungan beberapa aspek atau unsur yang terdapat pada suatu negara dan dapat mempengaruhi pengambilan kebijakan luar negeri.
Kekuatan nasional sangat menentukan peranan negara dalam perkembangan dunia internasional. Namun demikian tidak berarti bahwa suatu negara harus memiliki secara mutlak keseluruhan dari unsur-unsur kekuatan nasional tersebut. Selain dari unsur-unsur kekuatan nasional yang  dimiliki oleh suatu negara, maka faktor lain yang sangat mempengaruhi kekuatan nasional yang berkaitan dengan unsur-unsur kekuatan nasional tersebut adalah bagaimana suatu negara mampu mengelola dan memanfaatkan dari unsur-unsur kekuatan nasional tersebut. Sehingga suatu negara dapat turut berperan dalam percaturan dunia internasional.
Sebagai contoh ada negara-negara yang kecil dan tidak memiliki banyak unsur-unsur kekuatan nasional, tetapi negara tersebut mampu berperan aktif dan terlibat dalam perkembangan percaturan dunia internasional. Seperti Jepang dan Israel. Sementara ada negara-negara yang besar dan memiliki unsur-unsur kekuatan nasional yang banyak tetapi belum mampu berperan aktif dan mempengaruhi kebijakan dunia internasional, negara-negara ini seperti India dan Indonesia.
Dua dari sembilan unsur kekuatan nasional yang terkait dengan budaya nasional yang dimaksud Morgenthau yaitu :

1.      Karakter Nasional (ciri khas budaya)
Karakter nasional menyangkut tentang faktor manusia (masyarakat) dan aspek kualitas yaitu sifat moral serta intelektualisme yang fundamental yang merupakan ciri-ciri khas suatu bangsa. Dari situ,  kita secara awam mengatakan sebagai watak, karakter atau sifat suatu bangsa. Maka dari itu dikenal ada bangsa yang dinilai keras seperti negara-negara Islam dan negara lemah  seperti negara-negara di Asia.
Berbagai suku bangsa yang ada dalam suatu negara dengan berbagai karakter budaya yang telah dibentuk oleh zaman dan kondisi dapat memberikan suatu bentuk karakter  nasional tersendiri terhadap suatu negara dan akan menjadi potensi dan kekuatan suatu negara. Bangsa Indonesia yang memiliki kerajaan yang megah dan berjaya pada masa Sriwijaya dan Majapahit mestinya saat ini dapat menjadi negara dan bangsa yang kuat dan gagah perkasa.  

2.      Semangat Nasional
Semangat nasional adalah tingkat ketahanan dan ketangguhan suatu bangsa terhadap dukungan pelaksanaan politik luar negeri dan politik internasional serta kebijakan pemerintah yang akan dilaksanakan.
Semangat nasional menyangkut tentang partisipasi semua rakyat terhadap kebijakan pemerintah. Semangat nasional juga dipengaruhi oleh kualitas rakyat dan pemerintahan dalam membangkitkan dukungan partisipasi rakyat.
Contoh yang mendekati maksud ini adalah semangat nasional negara Jepang dan Iran. Bangsa Indonesia mestinya dapat menjadikan rasa patriotisme/nasionalisme sebagai semangat terhadap pembangunan bangsa dalam semua aspek kehidupan, mulai dari semangat pendidikan, semangat pengembangan ekonomi nasional, semangat pengembangan teknologi dan sebagainya sehingga semangat nasionalisme ini menjadi dasar semua nafas dan gerak masyarakat Indonesia tidak ada yang menyimpang dari semangat nasionalisme Indonesia. Serta tidak dipengaruhi oleh westernisasi dan lainnya.    
Berdasarkan pandangan Morgenthau tersebut, maka Bangsa Indonesia harus siap menghadapi perkembangan era globalisasi yang berkembang sangat cepat terutama dengan semakin berkembangnya teknologi informasi. Budaya nasional Indonesia mestinya dapat menjadi suatu kekuatan nasional yang membanggakan dan dapat memberikan manfaat kepada masyarakat. Budaya nasional tidak hanya sekedar potensi yang dibangga-banggakan saja, hanya tercatat dalam tujuh keajaiban dunia atau menjadi logo atau simbol-simbol daerah saja tetapi dapat lebih dikelola menjadi aset yang bernilai ekonomi dan dapat mendatangkan income bagi negara dan masyarakat lokal.
Globalisasi merupakan media yang dapat difungsikan oleh Bangsa Indonesia untuk mengelola budaya nasional menjadi go internasional. Sehingga masyarakat dunia mengetahui bahwa Indonesia itu luas dan budayanya beranekaragam. Indonesia tidak hanya pulau Bali, tetapi Indonesia ada Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, Papua dan lainnya. Film “Love, eat and pray”  yang sebagian ceritanya di Bali menjadi media promosi budaya nasional pada dunia internasional bagi Indonesia, walaupun Bali sudah menjadi trade mark pariwisata Indonesia.
Berdasarkan konsep tersebut juga bahwa kekuatan nasional suatu bangsa tidak hanya terletak pada kekuatan militer saja. Tetapi dengan berakhirnya era perang dingin, maka kekuatan nasional suatu bangsa juga terletak pada kekuatan ekonomi yang dapat dicapai dengan cara mengelola dan memanfaatkan sebaik-baiknya budaya nasional. Walaupun kita juga mengetahui bahwa tantangan budaya Barat atau westernisasi juga dirasakan begitu kuat pengaruhnya pada bangsa Indonesia saat ini. Dengan ditetapkannya Batik sebagai bagian dari kebudayaan oleh UNESCO, maka pada dasarnya bangsa Indonesia mempunyai peluang yang sangat besar untuk terus mengembangkan budaya-budaya nasional yang lain dari berbagai daerah untuk menjadi bagian dari kebudayaan dunia.   





























BAB III

METODE PENELITIAN


Penelitian ini bersifat kualitatif, dan metode yang digunakan bertipe deskriptif analisis yaitu berupa persoalan suatu fenomena untuk sampai pada suatu langkah-langkah dalam mengatasi fenomena yang menjadi pokok permasalahan dan menggambarkan reaksi atau tindakan bangsa Indonesia terhadap tindakan pencurian kebudayaan yang dilakukan oleh negara tetangga.

3.1  Sample

Hubungan bilateral  yang terjadi antara RI (Republik Indonesia) dengan Malaysia mengalami pasang surut kadang harmonis kadang terjadi konflik diantara keduanya, untuk itu jika kita ingin melihat hubungan yang terjadi pada negara serumpun ini kita mesti melihat kembali sejarah untuk mengetahui akar permasalahan hubungan yang terjadi antara kedua negara  serumpun ini.
Adapun berdasarkan kondisi hubungan bilateral yang seperti ini bisa berdampak pada pemutusan hubungan bilateral dari kedua negara dan menurut saya ini bisa menjadi boomerang bagi negara indonesia sendiri kenapa? Karena akan berdampak buruk terhadap perekonomian Indonesia, apalagi saat ini belum ada kestabilan di bidang politik maupun ekonomi.
Pemerintah, baik Indonesia maupun Malaysia perlu memikirkan dengan matang dampak buruk konflik ke sektor ekonomi dan investasi. Jika Indonesia memutuskan untuk menerapkan embargo perekonomian dengan Malaysia akan berdampak buruk terhadap kondisi perekonomian di Indonesia.
Setidaknya ada efek jangka pendek dan jangka panjang yang akan terjadi jika Indonesia tegas menyatakan pemutusan hubungan kerja sama dengan Malaysia. efek jangka pendeknya yang akan terjadi adalah meningkatnya pengangguran di Indonesia secara tajam mengingat tenaga kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di Malaysia jumlahnya tidak sedikit. "TKI yang bekerja di Malaysia kebanyakan disebabkan faktor sedikitnya lapangan pekerjaan di Indonesia sehingga jika mereka ditarik kembali tentunya berdampak kepada meningkatnya angka pengangguran.

3.2 Metode dan Prosedur Pengolahan Data


Penelitian ini adalah penelitian literature / buku yang biasa disebut dengan riset pustaka. Adapun mengenai metode yang diterapkan dalam memahami studi khasus tentang kajian ketahanan nasional di bidang budaya, dan selanjutnya penulis akan menganalisa dari data-data yang diperoleh dari sumber informasi, baik itu buku refrensi, media massa / surat kabar, maupun melalui internet yang menunjang penulis untuk dapat menganalisa isu yang ada.





















BAB IV

PEMBAHASAN



4.1  Klaim Negara Jiran Yang Serumpun

Telah beberapa kali negeri Jiran Malaysia membuat panas hati sebagian besar masyarakat Indonesia. Negara yang mengusung slogan “Truly Asia” itu telah berulang kali mengklaim kebudayaan Indonesia sebagai miliknya. Berikut sebagian datanya :

1.      Agustus 2007
Malaysia mengklaim dan mempatenkan batik motif “Parang Rusak”, angklung, wayang kulit hingga rendang.  Sehingga Sekjen Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Sapta Nirwandar menyatakan bahwa pemerintah telah mendaftarkan batik dan angklung ke UNESCO, sebagai masterpiece world heritage.  Langkah ini merupakan reaksi setelah munculnya klaim tersebut.

2.      Oktober 2007
Lagu yang sangat mirip “Rasa Sayang” menjadi soundtrack iklan pariwisata Malaysia yang dicurigai diambil dari lagu “Rasa Sayange”. Lagu ini pernah di-upload di situs resmi pariwisata Malaysia, http://www.rasasayang.com.my dan disiarkan oleh televisi-televisi di Malaysia. Klaim ini menuai kecaman hebat dari masyarakat Indonesia hingga DPR. Tapi Malaysia sempat berdalih lagu tersebut sudah terdengar di Kepulauan Nusantara sebelum lahirnya Indonesia. Sehingga tak bisa diklaim sendiri oleh Indonesia. Demikian juga lagu “Indang Bariang” yang merupakan lagu asal daerah Sumatera tersebut.

3.      21 November 2007
Para seniman Ponorogo kaget oleh munculnya Tari Barongan yang sangat mirip Reog Ponorogo. Padahal Pemerintah Kabupaten Ponorogo telah mendaftarkan Reog Ponorogo dan mendapatkan Hak Cipta No.026377 pada 11 Februari 2004.  Oleh Malaysia, tarian ini diberi nama Tari Barongan. Website Kementerian Kebudayaan, Kesenian dan Warisan Malaysia (http://heritage.gov.my)  pernah memampangnya dan menyatakan tarian itu  warisan dari Batu Pahat, Johor dan Selanggor Malaysia.

4.      25 November 2007
Pada acara “Kemilau Nusantara 2007” di Bandung, Wakil Duta Besar Malaysia untuk Indonesia, Datuk Abdul Azis Harun, mengancam mengklaim Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Melayu. “Bahasa Melayu adalah Bahasa Malaysia,” katanya. Ancaman tersebut akan dilaksanakan bila masyarakat dan Pemerintah Indonesia  masih mempermasalahkan klaim Malaysia terhadap lagu “Rasa Sayange”  yang dibuat di Malaysia pada tahun 1907 dan tari Barongan.
 
5.      Juni 2008
Staf Ahli Menko Kesra bidang Ekonomi Kerakyatan dan Informasi Malaysia, Komet Mangiri mengatakan bahwa Indonesia kalah cepat dari Malaysia dalam mematenkan batik. Tapi yang berhasil dipatenkan itu hanya motif Parang Rusak. Adapun motif-motif lainnya berusaha diselamatkan dengan dipatenkan sejumlah perancang dan Pemerintah Daerah ke Depkumham dan Pemerintah mematenkan ke UNESCO.

6.      Maret 2009
Melihat perkembangan tersebut, Indonesia berupaya mematenkan batik, keris dan wayang. “Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali” kata Kabag Pembangunan Karakter dan Pekerti Bangsa Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Edi Irawan.

7.      Agustus 2009
Tari Pendet menjadi iklan acara Discovery Channel bertajuk “Enigmatic Malaysia”. Setelah dipersoalkan selama beberapa hari, Discovery Channel akhirnya memunculkan iklan itu terhitung sejak senin 24 Agustus 2009. Pemerintah Malaysia menyatakan tak pernah mengklaim Tari Pendet.
Nota protes dialamatkan kepada Menteri Kebudayaan, Kesenian dan Warisan Malaysia. Isinya uraian kasus-kasus yang terjadi antara kedua negara sejak dua tahun lalu, gara-gara klaim “Rasa Sayange”, “Indang Bariang”, “Reog Ponorogo” tersebut membuat marak demontrasi anti Malaysia di Indonesia. Nota protes dibahas pada sidang kabinet Malaysia, kata Jero Wacik Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Indonesia. Selanjutnya, dibuat kesepakatan bahwa jika ada karya budaya yang berada dalam wilayah abu-abu (grey area) dan hendak dijadikan iklan komersial, harus saling memberitahu. Bila tidak ada pemberitahuan maka itu adalah pelanggaran etika.”
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta Pemerintah Malaysia menghargai karya cipta dan budaya Indonesia. “Saya berharap Pemerintah Malaysia menjaga sensitivitas rakyat Indonesia, karena ini (kasus Tari Pendet) bukan yang pertama.” SBY berharap Malaysia menjaga hubungan baik kedua negara, antara lain dengan memberikan perhatian lebih besar dalam menjaga harga diri bangsa Indonesia. Presiden SBY juga meminta Eminent Persons Group (EPG) difungsikan untuk mencegah terulangnya kasus serupa. EPG yang dibentuk beberapa tahun lalu bertujuan mengelola sengketa kedua bangsa, termasuk isu hak cipta, karya budaya, karya peradaban dan lain-lain.  
 Sebagaimana dikatakan Wakil Duta Besar Malaysia untuk Indonesia, Datuk Abdul Azis Harun yang mengancam bahwa “Bahasa Melayu adalah Bahasa Malaysia”, pemerintah Indonesia juga sempat berkilah.  Pemerintah kita mengatakan bahwa bahasa Melayu berasal dari Daerah Minangkabau Sumatera. Tetapi sebagaimana diketahui bahwa negara Malaysia menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa nasionalnya.  

 

4.2  Dimana Nasionalisme Generasi Muda Saat Ini?

Hari Sumpah Pemuda telah kita peringati pada tanggal 28 Oktober 2012 yang lalu dan baru saja kita lanjutkan memperingati Hari Pahlawan pada tanggal 10 November  2012.  Namun suasana peringatan ini sepi-sepi saja bahkan tidak menjadi perhatian bagi pemerintah dan masyarakat. Justru yang banyak menjadi perhatian adalah kasus “Cicak dan Buaya” yaitu kasus yang melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bibit dan Chandra dengan lawannya Pihak POLRI yang ternyata di sutradarai oleh “Mafia Hukum” Anggodo.
Dimana nasionalisme masyarakat saat ini, terutama para generasi muda? Bahkan pada acara-acara di telivisi lebih didominasi oleh acara-acara yang sifatnya hanya sekadar hiburan semata terutama bagi generasi muda, dengan menyanyi sambil “berjingkrak-jingkrak” dan acara hiburan berupa “tertawa-tawa“ dengan menampilkan kekonyolan dan kebodohan yang luar biasa?
Bung Karno pada tahun 1958 pernah mengatakan “Hai pemuda dan pemudi, engkau pembina hari kemudian. Orang mengatakan bahwa engkau itu adalah pupuk hari kemudian. Jangan terima! Kita ini bukan sekadar pupuk. Kami lebih dari pupuk. Di dalam jiwa kami tumbuh pula masyarakat yang baru itu. Dan, dalam jiwa kami tumbuh segala apa yang menjadi cita-cita bangsa kami.”
Selanjutnya M. Ali (2004) mengatakan, nasionalime bila ditelaah dalam konteks historis, telah menjadi ideologi yang mempengaruhi kehidupan publik, bahkan pribadi manusia yang majemuk. Disadari atau tidak, ideologi nasionalislah  yang telah mengubah tatanan dunia sekarang ini. Sejak sekitar abad ke 17, mulai dari Inggris, Perancis, Jerman, Rusia dan Amerika Serikat serta hampir seluruh penduduk dunia menjadikan nasionalisme sebagai kekuatan ideologinya.
Nasionalisme Indonesia juga telah meruntuhkan klaim-klaim dinasti lokal dan regional serta komunikas-komunitas berdasarkan agama, suku dan identitas lainnya menjadi satu kekuatan yakni Sumpah Pemuda, “Kami Pemuda dan Pemudi Indonesia Berbangsa Satu Bangsa Indonesia, Kami Pemuda dan Pemudi Indonesia Bertanah Air Satu Tanah Air Indonesia dan Kami Pemuda dan Pemudi Indonesia Berbahasa Satu Bahasa Indonesia”. Nasionalisme Indonesia menjadi kekuatan perjuangan bangsa.
 Namun saat ini, nasionalisme hanya menjadi tema-tema dalam diskusi, seminar, talk show dan forum lainnya. Nasionalisme mati suri. Dengan kata lain, nasionalisme tidak lagi berpihak pada rakyat bahkan bangsa Indonesia, tetapi nasionalisme menjadi slogan kaum elite hanya untuk kepentingan pribadi dan kelompok atas nama demokrasi. Para politikus bicara nasionalisme hanya untuk menaikan posisinya dalam lingkungan publik, hanya menarik simpati masyarakat yang hanya demi kepentingan sesaatnya atau bahkan untuk mengelabui masyarakat kecil.
Rasa kebersamaan atau yang biasa disebut solidaritas merupakan suatu wujud nasionalisme yang penting dan harus ditumbuhkan saat ini. Rasa kebersamaan dapat memberikan semangat atau spirit yang tangguh bagi masyarakat dan negara untuk terus membangun dan memajukan bangsa termasuk budaya nasional. Hal ini dapat kita cermati seperti pada saat terjadinya klaim budaya-budaya nasional Indonesia oleh negeri jiran Malaysia. Pada saat itu secara spontan masyarakat Indonesia muncul rasa kebersamaan atau solidaritasnya untuk maju untuk membela hak-hak bangsa Indonesia.
Rasa kebersamaan ini semestinya harus dapat dirasakan pada setiap saat dan dimana saja. Sehingga rasa nasionalisme atau cinta tanah air dapat kita wujudkan dan dapat masyarakat nikmati secara merata. Rasa kebersamaan ini tidak hanya muncul saat terjadi bencana-bencana alam, keamanan negara diganggu oleh negara lain, warga negara kita disiksa oleh warga negara negara lain, tetapi mestinya muncul pada setiap saat dan tempat. Sehingga masyarakat menjadi aman dan tentram karena pejabat politik memiliki rasa solidaritas yang tinggi untuk membela rakyat agar menjadi maju dan hidup bahagia. Pejabat politik juga memiliki rasa kebersamaan dalam menanggulangi kemiskinan, pengangguran dan  kebodohan yang masih banyak dirasakan oleh rakyat Indonesia walaupun kita sudah merdeka selama 67 tahun. 

4.3  Bagaimana Peran Pemerintah dan Masyarakat?  

Presiden SBY telah meminta para menteri dan kepala daerah  mempercepat inventarisasi karya anak bangsa untuk segera dipatenkan HAKI-nya. Para pengrajin di berbagai daerah, Presiden meminta memasukan nama daerah dan Indonesia pada karyanya dan para pejabat mempermudah prosesnya. Kita harus open, peduli mencantumkan sebagai karya kita.”
Pernyataan tersebut disampaikan SBY pada saat munculnya Iklan Tari Pendet pada  acara Discovery Channel bertajuk “Enigmatic Malaysia” di bulan Agustus 2009 dan semoga pernyataan Presiden SBY tentang budaya nasional tidak hanya pada saat terjadinya klaim-klaim budaya dari negara lain.
Ada bebarapa hal penting yang harus menjadi perhatian pemerintah (pusat dan daerah), termasuk juga masyarakat secara umum dalam upaya pelestarian budaya nasional pada saat era globalisasi ini antara lain yaitu :

1.  Perlunya evaluasi pada peran dan fungsi Departemen Kebudayaan dan Pariwisata pada Era Kabinet Indonesia Bersatu I dan II. Departemen Kebudayaan dan Pariwisata harus lebih berperan sebagai lembaga yang bisa “menjual” dan “mendatangkan” keuntungan bagi negara dengan mengembangkan dan melestarikannya. Kalaupun budaya nasional tersebut ditata sedemikian rupa, hanyalah dalam rangka untuk memperoleh income dari negara-negara luar. Bukan income sebagai efek atau manfaat dari upaya pelestarian dan pengembangan budaya nasional itu sendiri. Kata pariwisata menjadi kata yang bermakna “dijual” agar memperoleh income sebanyak-banyaknya bahkan kalau boleh semua unsur budaya nasional harus bisa mendatangkan income bagi negara. Semestinya yang menjadi prioritas negara adalah  melakukan upaya-upaya pelestarian dan pengembangan budaya-budaya nasional dengan sebaik-baiknya. Sehingga menjadi lestari, menarik dan disenangi orang yang selanjutnya akan menjadi  “pemancing” bagi masyarakat dan turis asing untuk melihat dan menikmati keindahaannya, barulah income  terjadi. Jangan dibalik bahwa untuk memperleh income maka pariwisata harus ditata dan dikembangkan. Ini berarti niatnya kurang tepat. Yang benar adalah mari kita tata dan kembangkan budaya nasional dengan baik, dengan sendirinya income akan datang.  
Sebagai contoh di kota-kota besar telah banyak cagar budaya yang tidak dirawat dengan baik dengan alasan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah tidak memiliki dana. Akhirnya lokasi-lokasi tersebut diubah bahkan diganti dengan bangunan mall atau pusat perbelanjaan. Ini artinya pemerintah tidak memiliki niat yang besar untuk melestarikan budaya nasional. Oleh karena itu, penulis lebih setuju bila kebudayaan menjadi satu departemen dengan pendidikan, karena dalam “kebudayaan” ada unsur pendidikan bahkan dapat menjadi media yang harus dilestarikan oleh generasi muda sebagai penerus bangsa sejak sekolah dasar sampai perguruan tinggi, bukan malah kebudayaan hanya “dikomersilkan” saja seperti yang terjadi saat ini.

2.  Pemerintah pusat maupun pemerintah daerah harus memperhatikan upaya pelastarian budaya nasional. Pemerintah pusat maupun pemerintah daerah tidak boleh hanya memprioritaskan pada bidang politik dan ekonomi saja. Tetapi juga pada bidang budaya, karena budaya adalah bagian dari kehidupan masyarakat karakter bangsa yang perlu memperoleh perhatian. Pemerintah harus menyediakan kecukupan dana untuk pelestarian budaya walaupun  pemerintah punya banyak utang. Bahkan pertanyaannya adalah seberapa besar utang tersebut yang sudah digunakan untuk melestarikan dan mengembangankan budaya nasional. Soal utang, kita bisa melihatnya pada tabel di bawah ini:



Tabel 1. Hutang Pemerintah Indonesia Pada Era SBY-JK

No
Tahun
Besaran Hutang Luar Negeri
1
Awal 2004
Rp.1.299 Trilliun ($ 139,9 Milliar AS)
2
2006
$ 33,34 Milliar AS
3
2007
$ 39,44 Milliar AS
4
2008
$ 55,56 Millar AS
5
2009
$ 57,6 Milliar AS

Total utang Luar Negeri
Rp.1.700 Trilliun

Maka, pemerintah pusat maupun pemerintah daerah perlu bekerjasama dengan pihak swasta terutama perusahaan besar untuk menjadi binaan dan tanggung jawab agar budaya nasional dapat dilestarikan dan dikembangkan.

3.  Generasi muda bangsa Indonesia harus mempunyai rasa kebanggan terhadap budaya nasional. Generasi muda harus bisa menampilkan budaya nasional pada setiap moment, bukan sebaliknya menjadi generasi muda yang tidak jelas identitasnya bahkan banyak yang mengikuti budaya-budaya asing supaya dikatakan gaul, termasuk korban globalisasi. Era globalisasi yang didukung dengan teknologi internet mestinya dimanfaatkan sebagai media pelestarian budaya nasional dengan cara mempublikasikan atau bahkan “mendokumentasikan” pada dunia tentang keanekaragaman budaya nasional bangsa Indonesia. Sehingga, masyarakat dari bangsa lain dapat membaca, mengetahui dan mengenal budaya-budaya nasional Indonesia. Jangan sebaliknya, generasi muda Indonesia justru menjadi korban dari negara-negara maju akibat publikasi budaya yang menyebar bahkan dapat “meracuni” generasi muda karena ketidakmampuan melakukan “filterisasi” berbagai “budaya” negara maju tersebut.

4.  Budaya nasional yang terdapat pada masing-masing pemerintah daerah yang merupakan ciri khas daerah seharusnya wajib dipatenkan oleh pemerintah daerah. Sehingga tidak dibebankan pada masyarakat dan menjadi milik pemerintah daerah atas nama masyarakat, karena budaya nasional tidak boleh dimiliki hak patennya oleh satu orang saja tapi milik semua masyarakat yang ada di daerah tersebut. Seperti Tari Reog harus dipatenkan oleh pemerintah daerah Ponorogo dan menjadi milik masyarakat Ponorogo dan Tari Pendet harus dipatenkan oleh pemerintah daerah Bali atas nama masyarakat Bali. Budaya nasional yang terkait dengan Suku Dayak di Kalimantan dapat menjadi masalah bilamana tidak segera diperhatikan, karena di Malaysia juga terdapat Suku Dayak yang berbatasan dengan Kalimantan Timur dan wilayah Sabah Malaysia Timur dan Kalimantan Barat yang berbatasan langsung dengan wilayah Serawak Malaysia Timur. Paling tidak pemerintah daerah menjadikan budaya nasional sebagai bagian dari kegiatan-kegiatan pemerintah daerah pada hari-hari tertentu sebagai suatu upaya pelestarian budaya Dayak di Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat. Demikian juga budaya Melayu yang terdapat di Riau, Pekan Baru yang sangat mirip dengan budaya Melayu yang berbatasan dengan Johor dan Pulau Pinang Malaysia Barat. Festival-festival budaya perlu dilaksanakan dalam rangka melestarikan budaya nasional tersebut sehingga tidak lagi di klaim sebagai budaya Malaysia saja.
Budaya Nasional merupakan aset Bangsa Indonesia yang harus memperoleh perhatian terutama di era Globalisasi saat ini. Budaya nasional menjadi bagian penting negara Indonesia yang dapat dikembangankan dan dikelola sebaik-baiknya. Itu penting agar dapat berfungsi lebih luas tidak hanya sekadar warisan ataupun adat istiadat masyarakat Indonesia yang dirayakan ataupun dilaksanakan pada saat peringatan hari Sumpah Pemuda atau hari Pahlawan saja. Budaya nasional harus menjadi bagian dari aset Bangsa Indonesia yang dapat mendatangkan pendapatan bagi masyarakat dan negara. Tentunya perlu ada suatu kesadaran secara nasional dan dilaksanakan oleh seluruh masyarakat Indonesia pada semua aspek kehidupan bermasyarakat dan bernegara.










BAB V

PENUTUP


5.1  Kesimpulan

Tindakan yang dilakukan Malaysia yang selalu mengklaim kebudayaan milik bangsa Indonesia sebenarnya juga didasari banyak faktor dan bukan tanpa alasan, karena pada dasarrnya dahulu Malaysia pernah tergabung kedalam nusantara sehingga membuat Malaysia merasa bahwa kebudayaan yang dimiliki Indonesia juga dimiliki oleh negaranya dan mereka tidak merasa telah mencurinya.
Namun karena hanya sedikitnya kebudayaan yang dimiliki malaysia membuat Malaysia berniat untuk mengakui budaya-budaya Indonesia sebagai miliknya juga, dan dengan alasan bahwa negara kita dengan negara mereka serumpun membuat Malaysia semakin leluasa mengambil beraneka ragam budaya yang kita miliki.

5.2  Saran

Hendaknya kita dapat berusaha mempertahankan kebudayaan daerah yang telah ada saat ini dan memperkuat interaksi sosial yang berlandaskan pancasila demi menjaga ketahanan dan persatuan nasional negara Indonesia.
Untuk mewujudkan keberhasilan ketahanan sosial budaya warga negara Indonesia perlu: Kehidupan sosial budaya bangsa dan masyarakat Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, rukun, bersatu, cinta tanah air, maju, dan sejahtera dalam kehidupan yang serba selaras, serasi dan seimbang serta mampu menangkal penetrasi budaya asing yang tidak sesuai dengan kebudayaan nasional.






DAFTAR PUSTAKA



Abubakar, Suardi, 2007, Menuju Masyarakat Madani, Yudhistira, Jakarta.

Djumhardjinis,2012, Pendidikan Pancasila, Demokrasi, dan Hak Azazi Manusia(Suplemen Materi Perkuliahan), Widya, Jakarta.

Kusuma, A.B, 2009, Lahirnya Undang – Undang Dasar 1945, Badan penerbit Fakultas Hukum UI, Jakarta.

Latif, Yudi, 2010, Negara Paripurna, Historitas, Rationalitas, dan Aktualitas Pancasila, Gramedia, Jakarta.

Lembaga Ketahanan Nasional, 1995, Ketahanan Nasional, Balai Pustaka, Jakarta

Sumarsono, S, 2001, Pendidikan Kewarganegaraan, PT. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.

Zubaidi, Achmad, Kaelan, 2007, Pendidikan Kewarganegaraan, Paradikma, Yogyakarta.