" KETAHANAN NASIONAL DI BIDANG BUDAYA "
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Penegasan Mengenai Judul
Bangsa Indonesia adalah bangsa luas dan besar
yang memiliki sekitar 17.000 buah pulau-pulau besar dan pulau-pulau kecil dari
Sabang di Sumatera sampai Merauke di Papua. Bangsa Indonesia juga
memiliki sekitar 300 suku bangsa atau etnik dengan berbagai budaya dan adat
istiadat yang berbeda antara satu suku bangsa dengan suku bangsa lainnya.
Sungguh hal yang demikian adalah merupakan suatu
karunia Allah SWT yang tak terhingga nilainya. Sebagai bangsa Indonesia kita
harus bersyukur, karena hal tersebut merupakan suatu potensi dan kekuatan yang
luar biasa bilamana dikelola dengan baik dan maksimal untuk kesejahteraan
masyarakat bangsa Indonesia. Namun di sisi lain keanekaragaman budaya dan suku
bangsa dapat merupakan ancaman disintegrasi yang menakutkan, bahkan akan
menghancurkan bangsa ini bilamana keanekaragaman budaya dan adat istiadat
tersebut tidak dapat dikelola dengan baik dan benar. Konflik antar suku bangsa
seperti yang pernah terjadi di Ambon dan konflik suku Madura-Kalimantan yang
terjadi di Sampit sangat mungkin terjadi lagi. Bahkan konflik antar daerah juga
bisa terjadi seperti di Provinsi Sulawesi Barat. Ini disebabkan karena masih
ada sebagian masyarakat yang tidak menghendaki terjadinya pemisahan wilayah
yang semula hanya satu kabupaten kemudian menjadi kabupaten pemekaran yang
telah ditetapkan oleh pemerintah pusat dalam rangka percepatan pembangunan
ataupun pengembangan demokrasi.
Pada era globalisasi saat ini, mengelola
suatu bangsa yang luas dan besar seperti bangsa Indonesia tentu bukan merupakan
hal yang mudah. Tantangan globalisasi menjadi bagian dari tantangan yang
bersifat eksternal selain dari tantangan, bahkan ancaman yang berasal dari
keanekaragaman budaya dan suku bangsa yang bersifat internal. Perkembangan
teknologi informasi menjadi salah satu sebab semakin cepatnya terjadi perubahan
pada masyarakat suatu bangsa. Teknologi informasi menjadi terbuka dan bahkan
seolah-olah telah menjadi kebutuhan primer bagi masyarakat saat ini sehingga
masyarakat yang belum memiliki kemampuan teknologi informasi dinilai belum
mengikuti perkembangan globalisasi. Tentu globalisasi melalui teknologi
informasi tersebut juga memberikan hal-hal yang positif tetapi banyak juga ada
hal-hal yang negatif. Maka, masyarakat dan bahkan bangsa Indonesia harus mampu
melakukan filterisasi terhadap perkembangan teknologi informasi tersebut
sehingga tidak memberikan dampak negatif pada masyarakat. Misalnya,
gambar-gambar yang masuk dalam katagori pornografi yang gampang diakses menjadi
ancaman serius generasi muda.
Pada dasarnya, perkembangan teknologi informasi
(internet) ini dapat dimanfaatkan untuk media pengembangan budaya nasional.
Bangsa Indonesia memiliki kesempatan yang besar untuk mempublikasikan atau
bahkan mempromosikan semua budaya nasional Bangsa Indonesia untuk kemajuan
bangsa dan kesejahteraan rakyat. Banyak hal yang dapat dimanfaatkan melalui
yang terkait dengan budaya nasional. Kita bersyukur karena batik telah di
tetapkan oleh UNESCO sebagai bagian dari kebudayaan dunia. Sehingga tanggal 2
Oktober telah ditetapkan sebagai “Hari Batik se-Dunia”. Kita harus berbangga
karena Indonesia di kenal sebagai negara batik yang juga sudah menjadi bagian
dan bahkan menjadi mata pencaharian masyarakat kita. Semoga keberhasilan
ini dapat disusul dengan budaya nasional bangsa Indonesia dari Sabang sampai
Merauke.
1.2 Alasan Pemilihan Judul
Dalam
penulisan karya tulis ini yang berjudul “Ketahanan Nasional Di Bidang Budaya”,
penulis ingin menyampaikan kepada para pembaca agar mempertahankan kebudayaan
Indonesia yang sangat beragam dan unik supaya kita dapat mampu mengembangkan
kekuatan nasional di dalam menghadapi masalah dan mengatasi segala ancaman,
gangguan, hambatan, dan tantangan baik yang datang dari luar maupun dari dalam.
1.3 Rumusan Masalah
Rumusan
masalah dalam penulisan ini adalah :
- Apa
saja pengklaiman negara Jiran Malaysia?
- Dimana
nasionalisme generasi muda saat ini?
- Bagaimana
peran pemerintah dan masyarakat agar tidak terjadi pengklaiman budaya lagi?
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun
tujuan dari penulisan ini adalah untuk :
- Mengetahui
apa saja budaya negeri kita yang di klaim oleh negara Malaysia
- Mengetahui
alasan para generasi muda melupakan nasionalisme saat ini
- Mengetahui
bagaimana peran pemerintah dan masyarakat Indonesia agar tidak terjadi lagi
pengklaiman oleh negara tetangga
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat kita
peroleh dari penulisan ini dalah kita dapat mengetahui seberapa pentingnya
peran serta kita sebagai anak bangsa dalam mempertahankan dan melestarikan
kebudayaan Indonesia agaar tidak di klaim oleh negara Jiran Malaysia. Kita juga
dapat mengetahui apa saja budaya nasional kita yang di akui oleh negara
tetangga khususnya Malaysia. Serta dapat mengetahui kemana perginya
nasionalisme kita saat ini khususnya para generasi muda penerus bangsa.
1.6 Sistematika Penulisan
Penulisan
karya tulis ini terdiri dari 5 bab dimana setiap bab-nya memiliki sub bab
sistematikanya adalah sebagai berikut :
BAB
1 Pendahuluan :
Pada
bab ini membahas latar belakang penulisan, rumusan dan batasan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
BAB 2 Landasan Teori :
Pada bab ini berisikan landasan
atas teori-teori yang mengacu pada tema penulisan karya tulis ini.
BAB 3 Metode Penelitian :
Pada bab ini membahas tentang objek
penelitian dan bagaimana penulis memperoleh data untuk penulisan karya tulis
ini, apakah menggunakan metode studi lapangan dengan terjun langsung kelapangan
dan mewawancarai narasumber untuk memperoleh informasi atau dengan menggunakan
metode studi pustaka dengan mencari data melalui buku dan internet yang
berhubungan dengan tema penulisan karya tulis ini.
BAB 4 Pembahasan :
Pada
bab ini berisi uraian mengenai judul yang dipakai, yaitu tentang keanekaragaman
budaya indonesia, tindakan pemerintah dan masyarakat terhadap pengklaiman
budaya kita, apa saja kebudayaan kita yang telah dicuri oleh negara lain dan
mengenai siapa saja yang harus melestarikan kebudayaan kita ini.
BAB 5 Penutup :
Pada
bab ini berisi kesimpulan dan saran-saran atas isi dari karya tulis ini.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertan Ketahanan Nasional
Istilah
sosial budaya mencakup dua segi utama kehidupan bersama manusia, yaitu segi
kemasyarakatan dimana manusia demi kelangsungan hidupnya harus mengadakan kerja
sama dengan sesama manusia, dan segi kebudayaan yang merupakan keseluruhan cara
hidup, yang manifestasinya tampak dalam tingkah laku dan hasil tingkah laku
yang terarah.
Budaya
atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan
bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang
berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan
disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau
mengerjakan. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur"
dalam bahasa Indonesia.
Ketahanan
pada aspek sosial budaya merupakan salah satu pilar yang penting untuk
menyangga kelangsungan hidup bangsa dan negara Republik Indonesia sebagaimana
tercantum dalam UUD 1945 pasal 32 : “Kebudayaan nasional itu adalah kebudayaan
yang timbul sebagai usaha budi daya rakyat Indonesia seluruhnya. Kebudayaan
lama dan asli yang terdapat sebagai puncak dan kebudayaan di daerah-daerah di
seluruh Indonesia, terhitung sebagai bangsa. Usaha kebudayaan harus menuju ke
arah kemajuan adab, budaya, dan persatuan, dengan tidak menolak bahan-bahan
dari kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan
bangsa sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan Indonesia” .
Perinsip
Persatuan Indonesia, memberikan acuan bahwa pola fikir, sikap dan tindak bangsa
Indonesia harus mengarah pada keutuhan dan kokohnya Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Dengan memiliki prinsip nasionalisme bangsa Indonesia yang diarahkan
agar bangsa Indonesia senantiasa Menempatkan persatuan – kesatuan, kepentingan
dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau kepentingan
golongan. Menunjukkan sikap rela berkorban demi kepentingan Bangsa dan Negara,
Bangga sebagai bangsa Indonesia dan bertanah air Indonesia, tidak rendah diri,
mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban antara sesama manusia
dan sesama bangsa, menumbuhkan sikap saling mencintai sesama manusia,
mengembangkan sikap tenggang rasa, tidak semena-mena terhadap orang lain, gemar
melakukan kegiatan kemanusiaan, senantiasa menjunjung tinggi nilai kemanusiaan,
berani membela kebenaran dan keadilan, merasa bahwa bangsa Indonesia merupakan
bagian dari seluruh umat manusia, terutama warga Indonesia. Dalam hal
terjadinya konflik kepentingan, kepentingan bangsa diletakan diatas kepentingan
pribadi, klompok, golongan dan daerah.
2.2 Macam – Macam Ketahanan Nasional
Perwujudan
ketahanan nasional terbagi :
1.
Perwujudan Ketahanan Nasional Indonesia dalam Trigatra, terbagi menjadi :
a. Aspek
lokasi dan posisi Geografis Wilayah Indonesia
b. Aspek
Keadaan dan Sumber-sumber Kekayaaan Alam
c. Aspek
Penduduk
2.
Perwujudan Ketahanan Nasional dalam Pancagatra, terbagi menjadi :
a. Ketahanan
Nasional Dalam Bidang Ideologi
b. Ketahanan
Nasional Dalam Bidang Politik
c. Ketahanan
Nasional di Bidang Ekonomi
d. Ketahanan
nasional dibidang social budaya
e. Ketahanan
nasional dibidang pertahanan keamanan
Ketahanan
nasional meliputi ketahanan ideologi, ketahanan politik, ketahanan ekonomi,
ketahanan sosial budaya dan ketahanan pertahanan keamanan.
-
Ketahanan ideologi adalah kondisi mental bangsa
Indonesia yang berlandaskan keyakinan akan kebenaran ideologi pancasila yang
mengandung kemampuan untuk menggalan dan memelihara persatuan dan kesatuan
nasional dan kemampuan untuk menangkal penetrasi ideologi asing serta nilai -
nilai yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa.
-
Ketahanan politik adalah kondisi kehidupan politik
bangsa yang berlandaskan demokrasi politik berdasarkan pancasila dan UUD 1945,
mengandung kemampuan stabilitas politik yang sehat dan dinamis serta kemampuan
menerapkan politik luar negeri yang bebas aktif.
-
Ketahanan ekonomi adalah kondisi kehidupan
perekonomian bangsa yang berlandaskan demokrasi ekonomi berdasarkan pancasila,
yang mengandung kemampuan memelihara stabilitas ekonomi yang sehat dan dnamis
serta kemampuan menciptakan kemandirian ekonomi dengan daya saing yang tinggi
dan mewujudkan kemakmuran rakyat yang adil dan merata.
-
Ketahanan nasional budaya adalah kondisi kehidupan
sosial budaya bangsa yang dijiwai kepribadian nasional berdasarkan pancasila,
yang mengandung kemampuan membentuk dan mengembangkan kehidupan sosial budaya
manusia dan masyarakat indonesia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang
Maha Esa, rukun, bersatu, cinta tanah air, berkualitas, maju, dan sejahtera
dalam kehidupan yang serba selaras, serasi, dan seimbang serta kemampuan
menangkal penetrasi budaya asing yang tidak sesuai dengan kebudayaan nasional.
-
Ketahanan pertahanan keamanan adalah kondisi daya
tangkal bangsa yang dilandasi kesadaran bela negara seluruh rakyat yang
mengandung kemauan memelihara stabilitas pertahanan keamanan negara yang
dinamis, mengamankan pembangunan dan hasil – hasilnya, serta kemampuan
mempertahankan kedaulatan negara dan menagkal segala bentuk ancaman.
Kondisi
kehidupan nasional merupakan pencerminan ketahanan nasional yang mencakup aspek
ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan, sehingga
ketahanan nasional adalah kondisi yang harus dimiliki dalam semua aspek
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam wadah NKRI yang
dilandasi oleh landasan idiil Pancasila, landasan konstitusional UUD 1945, dan
landasan visional Wawasan Nasional.
2.3 Unsur Kebudayaan
Kebudayaan setiap masyarakat atau bangsa terdiri
dari unsur-unsur besar maupun unsur-unsur kecil yang merupakan bagian dari
suatu kebulatan yang bersifat kesatuan. Misalnya dalam kebudayaan
Indonesia dapat dijumpai unsur besar seperti umpamanya Candi Borobudur dan Candi
Prambanan yang dibangun pada masa lalu. Disamping itu, ada unsur-unsur
kecil kebudayaan seperti sisir, kancing baju, peniti dan lainnya yang dijual
dipingir jalan yang terbuat dari kulit kerang ataupun batok kelapa.
Menurut Melville J. Herskovits menyebutkan empat
unsur pokok kebudayaan, yaitu;
(1) alat-alat teknologi,
(2) sistem ekonomi,
(3) keluarga,
(4) kekuasaan politik.
Sedangkan menurut Bronislaw Malinowski yang
terkenal sebagai seorang pelopor teori fungsional dalam antropologi, menyebut
unsur-unsur pokok kebudayaan sebagai berikut;
(1) sistem norma yang memungkinkan kerja sama
antara para anggota masyarakat di dalam upaya menguasai alam
sekelilingnya,
(2) organisasi ekonomi,
(3) alat-alat dan lembaga atau petugas
pendidikan (keluarga diletakkan sebagai lembaga pendidikan utama),
dan
(4) organisasi kekuatan.
Selanjutnya menurut Kluckhohn dalam sebuah
karyanya yang berjudul Universal Categories of culture telah
menguraikan unsur-unsur kebudayaan dari berbagai pendapat para sarjana ke dalam
tujuh unsur kebudayaan yang dianggap sebagai universal cultural yaitu;
(1) peralatan dan perlengkapan hidup manusia
(pakaian, perumahan, alat-alat rumah tangga, senjata, alat-alat produksi
transport dan sebagainya),
(2) mata pencaharian hidup dan sistem-sistem
ekonomi (pertanian, peternakan, sistem produksi, system distribusi dan
sebagainya),
(3) sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan,
organisasi politik, sistem hukum, sistem perkawinan),
(4) bahasa (lisan maupun tertulis),
(5) kesenian (seni rupa, seni suara, seni gerak
dan sebagainya),
(6) system pengetahuan,
(7) religi (sistem kepercayaan)
(7) religi (sistem kepercayaan)
Ralph Linton menjabarkan cultural universal
tersebut ke dalam kegiatan-kegiatan kebudayaan atau biasa disebut cultural
activity. Sebagai contoh cultural universal pencaharian hidup dan
ekonomi, antara lain mencakup kegiatan-kegiatan seperti pertanian, peternakan,
sistem produksi, sistem distribusi dan lain-lain. Kesenian, misalnya, meliputi
kegiatan-kegiatan seperti seni tari, seni rupa, seni suara dan lain-lain.
Selanjutnya, Ralph Linton merinci
kegiatan-kegiatan kebudayaan tersebut menjadi unsur-unsur yang lebih kecil lagi
yang disebut trait-complex. Misalnya kegiatan pertanian menetap meliputi
unsur-unsur irigasi, sistem mengolah tanah dengan bajak, sistem hak milik atas
tanah dan lain sebagainya. Selanjutnya trait-complex mengolah tanah
dengan bajak, akan dapat dipecah-pecah ke dalam unsur-unsur yang lebih kecil
lagi umpamanya hewan-hewan yang menarik bajak, teknik mengendalikan bajak dan
seterusnya. Akhirnya sebagai unsur kebudayaan terkecil yang membentuk traits
adalah items. Apabila diambil contoh alat bajak tersebut, maka bajak
tadi terdiri dari gabungan alat-alat atau bagian-bagian yang lebih kecil lagi
yang dapat dilepaskan. Akan tetapi pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan.
Apabila salah satu bagian bajak tersebut dihilangkan, maka bajak tidak dapat
melaksanakan fungsinya sebagai bajak.
Menurut Bronislaw Malinowski yang selalu mencoba
mencari fungsi atau kegunaan setiap unsur kebudayaan, tak ada suatu unsur
kebudayaan yang tidak mempunyai kegunaan yang cocok dalam rangka kebudayaan
sebagai keseluruhan. Apabila ada unsur kebudayaan yang kehilangan
kegunaannya, unsur tersebut akan hilang dengan sendirinya. Kebiasaan-kebiasaan
serta dorongan, tanggapan yang didapat dengan belajar serta dasar-dasar untuk
organisasi harus diatur sedemikian rupa sehingga memungkinkan pemuasan
kebutuhan-kebutuhan pokok manusia.
2.4 Tantangan Globalisasi
Hans J. Morgenthau mengatakan bahwa untuk
menjadi sebuah negara yang kuat maka ada beberapa hal-hal yang harus menjadi
perhatian yang disebutnya sebagai unsur-unsur kekuatan nasional. Kekuatan
nasional adalah kesatuan yang terdiri dari keseluruhan atau gabungan beberapa
aspek atau unsur yang terdapat pada suatu negara dan dapat mempengaruhi
pengambilan kebijakan luar negeri.
Kekuatan nasional sangat menentukan peranan
negara dalam perkembangan dunia internasional. Namun demikian tidak berarti
bahwa suatu negara harus memiliki secara mutlak keseluruhan dari unsur-unsur
kekuatan nasional tersebut. Selain dari unsur-unsur kekuatan nasional
yang dimiliki oleh suatu negara, maka faktor lain yang sangat
mempengaruhi kekuatan nasional yang berkaitan dengan unsur-unsur kekuatan
nasional tersebut adalah bagaimana suatu negara mampu mengelola dan
memanfaatkan dari unsur-unsur kekuatan nasional tersebut. Sehingga suatu negara
dapat turut berperan dalam percaturan dunia internasional.
Sebagai contoh ada negara-negara yang kecil dan
tidak memiliki banyak unsur-unsur kekuatan nasional, tetapi negara tersebut
mampu berperan aktif dan terlibat dalam perkembangan percaturan dunia
internasional. Seperti Jepang dan Israel. Sementara ada negara-negara yang
besar dan memiliki unsur-unsur kekuatan nasional yang banyak tetapi belum mampu
berperan aktif dan mempengaruhi kebijakan dunia internasional, negara-negara
ini seperti India dan Indonesia.
Dua dari sembilan unsur kekuatan nasional yang
terkait dengan budaya nasional yang dimaksud Morgenthau yaitu :
1. Karakter
Nasional (ciri khas budaya)
Karakter nasional menyangkut tentang faktor
manusia (masyarakat) dan aspek kualitas yaitu sifat moral serta intelektualisme
yang fundamental yang merupakan ciri-ciri khas suatu bangsa. Dari situ,
kita secara awam mengatakan sebagai watak, karakter atau sifat suatu bangsa.
Maka dari itu dikenal ada bangsa yang dinilai keras seperti negara-negara Islam
dan negara lemah seperti negara-negara di Asia.
Berbagai suku bangsa yang ada dalam suatu negara
dengan berbagai karakter budaya yang telah dibentuk oleh zaman dan kondisi
dapat memberikan suatu bentuk karakter nasional tersendiri terhadap suatu
negara dan akan menjadi potensi dan kekuatan suatu negara. Bangsa Indonesia
yang memiliki kerajaan yang megah dan berjaya pada masa Sriwijaya dan Majapahit
mestinya saat ini dapat menjadi negara dan bangsa yang kuat dan gagah
perkasa.
2. Semangat
Nasional
Semangat nasional adalah tingkat ketahanan dan
ketangguhan suatu bangsa terhadap dukungan pelaksanaan politik luar negeri dan
politik internasional serta kebijakan pemerintah yang akan dilaksanakan.
Semangat nasional menyangkut tentang partisipasi
semua rakyat terhadap kebijakan pemerintah. Semangat nasional juga dipengaruhi
oleh kualitas rakyat dan pemerintahan dalam membangkitkan dukungan partisipasi rakyat.
Contoh yang mendekati maksud ini adalah semangat
nasional negara Jepang dan Iran. Bangsa Indonesia mestinya dapat menjadikan
rasa patriotisme/nasionalisme sebagai semangat terhadap pembangunan bangsa
dalam semua aspek kehidupan, mulai dari semangat pendidikan, semangat
pengembangan ekonomi nasional, semangat pengembangan teknologi dan sebagainya
sehingga semangat nasionalisme ini menjadi dasar semua nafas dan gerak
masyarakat Indonesia tidak ada yang menyimpang dari semangat nasionalisme
Indonesia. Serta tidak dipengaruhi oleh westernisasi dan
lainnya.
Berdasarkan pandangan Morgenthau tersebut, maka
Bangsa Indonesia harus siap menghadapi perkembangan era globalisasi yang
berkembang sangat cepat terutama dengan semakin berkembangnya teknologi informasi.
Budaya nasional Indonesia mestinya dapat menjadi suatu kekuatan nasional yang
membanggakan dan dapat memberikan manfaat kepada masyarakat. Budaya nasional
tidak hanya sekedar potensi yang dibangga-banggakan saja, hanya tercatat dalam
tujuh keajaiban dunia atau menjadi logo atau simbol-simbol daerah saja tetapi
dapat lebih dikelola menjadi aset yang bernilai ekonomi dan dapat mendatangkan income
bagi negara dan masyarakat lokal.
Globalisasi merupakan media yang dapat
difungsikan oleh Bangsa Indonesia untuk mengelola budaya nasional menjadi go
internasional. Sehingga masyarakat dunia mengetahui bahwa Indonesia itu
luas dan budayanya beranekaragam. Indonesia tidak hanya pulau Bali, tetapi
Indonesia ada Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, Papua dan lainnya. Film “Love,
eat and pray” yang sebagian ceritanya di Bali menjadi media promosi
budaya nasional pada dunia internasional bagi Indonesia, walaupun Bali sudah
menjadi trade mark pariwisata Indonesia.
Berdasarkan konsep tersebut juga bahwa kekuatan
nasional suatu bangsa tidak hanya terletak pada kekuatan militer saja. Tetapi
dengan berakhirnya era perang dingin, maka kekuatan nasional suatu bangsa juga
terletak pada kekuatan ekonomi yang dapat dicapai dengan cara mengelola dan
memanfaatkan sebaik-baiknya budaya nasional. Walaupun kita juga mengetahui
bahwa tantangan budaya Barat atau westernisasi juga dirasakan begitu
kuat pengaruhnya pada bangsa Indonesia saat ini. Dengan ditetapkannya Batik
sebagai bagian dari kebudayaan oleh UNESCO, maka pada dasarnya bangsa Indonesia
mempunyai peluang yang sangat besar untuk terus mengembangkan budaya-budaya
nasional yang lain dari berbagai daerah untuk menjadi bagian dari kebudayaan
dunia.
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini bersifat kualitatif, dan
metode yang digunakan bertipe deskriptif analisis yaitu berupa persoalan suatu
fenomena untuk sampai pada suatu langkah-langkah dalam mengatasi fenomena yang
menjadi pokok permasalahan dan menggambarkan reaksi atau tindakan bangsa Indonesia
terhadap tindakan pencurian kebudayaan yang dilakukan oleh negara tetangga.
3.1 Sample
Hubungan bilateral yang terjadi antara RI (Republik Indonesia) dengan
Malaysia mengalami pasang surut kadang harmonis kadang terjadi konflik diantara
keduanya, untuk itu jika kita ingin melihat hubungan yang terjadi pada negara
serumpun ini kita mesti melihat kembali sejarah untuk mengetahui akar
permasalahan hubungan yang terjadi antara kedua negara serumpun ini.
Adapun berdasarkan kondisi hubungan bilateral yang seperti ini bisa
berdampak pada pemutusan hubungan bilateral dari kedua negara dan menurut saya
ini bisa menjadi boomerang bagi negara indonesia sendiri kenapa? Karena akan
berdampak buruk terhadap perekonomian Indonesia, apalagi saat ini belum ada
kestabilan di bidang politik maupun ekonomi.
Pemerintah, baik Indonesia maupun Malaysia perlu memikirkan dengan matang
dampak buruk konflik ke sektor ekonomi dan investasi. Jika Indonesia memutuskan
untuk menerapkan embargo perekonomian dengan Malaysia akan berdampak buruk
terhadap kondisi perekonomian di Indonesia.
Setidaknya ada efek jangka
pendek dan jangka panjang yang akan terjadi jika Indonesia tegas menyatakan
pemutusan hubungan kerja sama dengan Malaysia. efek jangka pendeknya yang akan
terjadi adalah meningkatnya pengangguran di Indonesia secara tajam mengingat
tenaga kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di Malaysia jumlahnya tidak sedikit.
"TKI yang bekerja di Malaysia kebanyakan disebabkan faktor sedikitnya
lapangan pekerjaan di Indonesia sehingga jika mereka ditarik kembali tentunya
berdampak kepada meningkatnya angka pengangguran.
3.2 Metode dan Prosedur Pengolahan Data
Penelitian
ini adalah penelitian literature / buku yang biasa disebut dengan riset
pustaka. Adapun mengenai metode yang diterapkan dalam memahami studi khasus
tentang kajian ketahanan nasional di bidang budaya, dan selanjutnya penulis
akan menganalisa dari data-data yang diperoleh dari sumber informasi, baik itu
buku refrensi, media massa / surat kabar, maupun melalui internet yang menunjang
penulis untuk dapat menganalisa isu yang ada.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Klaim Negara Jiran Yang Serumpun
Telah beberapa kali negeri Jiran Malaysia
membuat panas hati sebagian besar masyarakat Indonesia. Negara yang mengusung
slogan “Truly Asia” itu telah berulang kali mengklaim kebudayaan Indonesia
sebagai miliknya. Berikut sebagian datanya :
1.
Agustus 2007
Malaysia mengklaim dan mempatenkan batik motif
“Parang Rusak”, angklung, wayang kulit hingga rendang. Sehingga Sekjen
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Sapta Nirwandar menyatakan bahwa
pemerintah telah mendaftarkan batik dan angklung ke UNESCO, sebagai masterpiece
world heritage. Langkah ini merupakan reaksi setelah munculnya klaim
tersebut.
2.
Oktober 2007
Lagu yang sangat mirip “Rasa Sayang” menjadi soundtrack
iklan pariwisata Malaysia yang dicurigai diambil dari lagu “Rasa Sayange”. Lagu
ini pernah di-upload di situs resmi pariwisata Malaysia, http://www.rasasayang.com.my
dan disiarkan oleh televisi-televisi di Malaysia. Klaim ini menuai kecaman
hebat dari masyarakat Indonesia hingga DPR. Tapi Malaysia sempat berdalih lagu
tersebut sudah terdengar di Kepulauan Nusantara sebelum lahirnya Indonesia.
Sehingga tak bisa diklaim sendiri oleh Indonesia. Demikian juga lagu “Indang
Bariang” yang merupakan lagu asal daerah Sumatera tersebut.
3.
21 November
2007
Para seniman Ponorogo kaget oleh munculnya Tari
Barongan yang sangat mirip Reog Ponorogo. Padahal Pemerintah Kabupaten Ponorogo
telah mendaftarkan Reog Ponorogo dan mendapatkan Hak Cipta No.026377 pada 11
Februari 2004. Oleh Malaysia, tarian ini diberi nama Tari Barongan.
Website Kementerian Kebudayaan, Kesenian dan Warisan Malaysia (http://heritage.gov.my)
pernah memampangnya dan menyatakan tarian itu warisan dari Batu Pahat,
Johor dan Selanggor Malaysia.
4.
25 November
2007
Pada acara “Kemilau Nusantara 2007” di Bandung,
Wakil Duta Besar Malaysia untuk Indonesia, Datuk Abdul Azis Harun, mengancam
mengklaim Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Melayu. “Bahasa Melayu adalah Bahasa
Malaysia,” katanya. Ancaman tersebut akan dilaksanakan bila masyarakat dan
Pemerintah Indonesia masih mempermasalahkan klaim Malaysia terhadap lagu
“Rasa Sayange” yang dibuat di Malaysia pada tahun 1907 dan tari Barongan.
5.
Juni 2008
Staf Ahli Menko Kesra bidang Ekonomi Kerakyatan
dan Informasi Malaysia, Komet Mangiri mengatakan bahwa Indonesia kalah cepat
dari Malaysia dalam mematenkan batik. Tapi yang berhasil dipatenkan itu hanya
motif Parang Rusak. Adapun motif-motif lainnya berusaha diselamatkan dengan
dipatenkan sejumlah perancang dan Pemerintah Daerah ke Depkumham dan Pemerintah
mematenkan ke UNESCO.
6.
Maret 2009
Melihat perkembangan tersebut, Indonesia
berupaya mematenkan batik, keris dan wayang. “Lebih baik terlambat daripada
tidak sama sekali” kata Kabag Pembangunan Karakter dan Pekerti Bangsa
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Edi Irawan.
7.
Agustus 2009
Tari Pendet menjadi iklan acara Discovery
Channel bertajuk “Enigmatic Malaysia”. Setelah dipersoalkan selama beberapa
hari, Discovery Channel akhirnya memunculkan iklan itu terhitung sejak senin 24
Agustus 2009. Pemerintah Malaysia menyatakan tak pernah mengklaim Tari Pendet.
Nota protes dialamatkan kepada Menteri
Kebudayaan, Kesenian dan Warisan Malaysia. Isinya uraian kasus-kasus yang
terjadi antara kedua negara sejak dua tahun lalu, gara-gara klaim “Rasa
Sayange”, “Indang Bariang”, “Reog Ponorogo” tersebut membuat marak demontrasi
anti Malaysia di Indonesia. Nota protes dibahas pada sidang kabinet Malaysia,
kata Jero Wacik Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Indonesia. Selanjutnya,
dibuat kesepakatan bahwa jika ada karya budaya yang berada dalam wilayah
abu-abu (grey area) dan hendak dijadikan iklan komersial, harus saling
memberitahu. Bila tidak ada pemberitahuan maka itu adalah pelanggaran etika.”
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta
Pemerintah Malaysia menghargai karya cipta dan budaya Indonesia. “Saya berharap
Pemerintah Malaysia menjaga sensitivitas rakyat Indonesia, karena ini (kasus
Tari Pendet) bukan yang pertama.” SBY berharap Malaysia menjaga hubungan baik
kedua negara, antara lain dengan memberikan perhatian lebih besar dalam menjaga
harga diri bangsa Indonesia. Presiden SBY juga meminta Eminent Persons Group
(EPG) difungsikan untuk mencegah terulangnya kasus serupa. EPG yang dibentuk
beberapa tahun lalu bertujuan mengelola sengketa kedua bangsa, termasuk isu hak
cipta, karya budaya, karya peradaban dan lain-lain.
Sebagaimana dikatakan Wakil Duta Besar
Malaysia untuk Indonesia, Datuk Abdul Azis Harun yang mengancam bahwa “Bahasa
Melayu adalah Bahasa Malaysia”, pemerintah Indonesia juga sempat
berkilah. Pemerintah kita mengatakan bahwa bahasa Melayu berasal dari
Daerah Minangkabau Sumatera. Tetapi sebagaimana diketahui bahwa negara Malaysia
menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa nasionalnya.
4.2 Dimana Nasionalisme Generasi Muda Saat Ini?
Hari Sumpah Pemuda telah kita peringati pada
tanggal 28 Oktober 2012 yang lalu
dan baru saja kita lanjutkan memperingati Hari Pahlawan pada tanggal 10
November 2012.
Namun suasana peringatan ini sepi-sepi saja bahkan tidak menjadi perhatian bagi
pemerintah dan masyarakat. Justru yang banyak menjadi perhatian adalah kasus
“Cicak dan Buaya” yaitu kasus yang melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) Bibit dan Chandra dengan lawannya Pihak POLRI yang ternyata di sutradarai
oleh “Mafia Hukum” Anggodo.
Dimana nasionalisme masyarakat saat ini,
terutama para generasi muda? Bahkan pada acara-acara di telivisi lebih
didominasi oleh acara-acara yang sifatnya hanya sekadar hiburan semata terutama
bagi generasi muda, dengan menyanyi sambil “berjingkrak-jingkrak” dan acara
hiburan berupa “tertawa-tawa“ dengan menampilkan kekonyolan dan kebodohan yang
luar biasa?
Bung Karno pada tahun 1958 pernah mengatakan
“Hai pemuda dan pemudi, engkau pembina hari kemudian. Orang mengatakan bahwa
engkau itu adalah pupuk hari kemudian. Jangan terima! Kita ini bukan sekadar
pupuk. Kami lebih dari pupuk. Di dalam jiwa kami tumbuh pula masyarakat yang
baru itu. Dan, dalam jiwa kami tumbuh segala apa yang menjadi cita-cita bangsa
kami.”
Selanjutnya M. Ali (2004) mengatakan,
nasionalime bila ditelaah dalam konteks historis, telah menjadi ideologi yang
mempengaruhi kehidupan publik, bahkan pribadi manusia yang majemuk. Disadari
atau tidak, ideologi nasionalislah yang telah mengubah tatanan dunia
sekarang ini. Sejak sekitar abad ke 17, mulai dari Inggris, Perancis, Jerman,
Rusia dan Amerika Serikat serta hampir seluruh penduduk dunia menjadikan
nasionalisme sebagai kekuatan ideologinya.
Nasionalisme Indonesia juga telah meruntuhkan
klaim-klaim dinasti lokal dan regional serta komunikas-komunitas berdasarkan
agama, suku dan identitas lainnya menjadi satu kekuatan yakni Sumpah Pemuda,
“Kami Pemuda dan Pemudi Indonesia Berbangsa Satu Bangsa Indonesia, Kami Pemuda
dan Pemudi Indonesia Bertanah Air Satu Tanah Air Indonesia dan Kami Pemuda dan
Pemudi Indonesia Berbahasa Satu Bahasa Indonesia”. Nasionalisme Indonesia
menjadi kekuatan perjuangan bangsa.
Namun saat ini, nasionalisme hanya menjadi
tema-tema dalam diskusi, seminar, talk show dan forum lainnya.
Nasionalisme mati suri. Dengan kata lain, nasionalisme tidak lagi berpihak pada
rakyat bahkan bangsa Indonesia, tetapi nasionalisme menjadi slogan kaum elite
hanya untuk kepentingan pribadi dan kelompok atas nama demokrasi. Para
politikus bicara nasionalisme hanya untuk menaikan posisinya dalam lingkungan
publik, hanya menarik simpati masyarakat yang hanya demi kepentingan sesaatnya
atau bahkan untuk mengelabui masyarakat kecil.
Rasa kebersamaan atau yang biasa disebut
solidaritas merupakan suatu wujud nasionalisme yang penting dan harus
ditumbuhkan saat ini. Rasa kebersamaan dapat memberikan semangat atau spirit
yang tangguh bagi masyarakat dan negara untuk terus membangun dan memajukan
bangsa termasuk budaya nasional. Hal ini dapat kita cermati seperti pada saat
terjadinya klaim budaya-budaya nasional Indonesia oleh negeri jiran Malaysia.
Pada saat itu secara spontan masyarakat Indonesia muncul rasa kebersamaan atau
solidaritasnya untuk maju untuk membela hak-hak bangsa Indonesia.
Rasa kebersamaan ini semestinya harus dapat
dirasakan pada setiap saat dan dimana saja. Sehingga rasa nasionalisme atau
cinta tanah air dapat kita wujudkan dan dapat masyarakat nikmati secara merata.
Rasa kebersamaan ini tidak hanya muncul saat terjadi bencana-bencana alam,
keamanan negara diganggu oleh negara lain, warga negara kita disiksa oleh warga
negara negara lain, tetapi mestinya muncul pada setiap saat dan tempat. Sehingga
masyarakat menjadi aman dan tentram karena pejabat politik memiliki rasa
solidaritas yang tinggi untuk membela rakyat agar menjadi maju dan hidup
bahagia. Pejabat politik juga memiliki rasa kebersamaan dalam menanggulangi
kemiskinan, pengangguran dan kebodohan yang masih banyak dirasakan oleh
rakyat Indonesia walaupun kita sudah merdeka selama 67 tahun.
4.3 Bagaimana Peran Pemerintah dan Masyarakat?
Presiden SBY telah meminta para menteri dan
kepala daerah mempercepat inventarisasi karya anak bangsa untuk segera
dipatenkan HAKI-nya. Para pengrajin di berbagai daerah, Presiden meminta
memasukan nama daerah dan Indonesia pada karyanya dan para pejabat mempermudah
prosesnya. Kita harus open, peduli mencantumkan sebagai karya kita.”
Pernyataan tersebut disampaikan SBY pada saat
munculnya Iklan Tari Pendet pada acara Discovery Channel bertajuk
“Enigmatic Malaysia” di bulan Agustus 2009 dan semoga pernyataan Presiden SBY
tentang budaya nasional tidak hanya pada saat terjadinya klaim-klaim budaya dari
negara lain.
Ada bebarapa hal penting yang harus menjadi
perhatian pemerintah (pusat dan daerah), termasuk juga masyarakat secara umum
dalam upaya pelestarian budaya nasional pada saat era globalisasi ini antara
lain yaitu :
1. Perlunya evaluasi pada peran dan fungsi
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata pada Era Kabinet Indonesia Bersatu I dan
II. Departemen Kebudayaan dan Pariwisata harus lebih berperan sebagai lembaga
yang bisa “menjual” dan “mendatangkan” keuntungan bagi negara dengan mengembangkan
dan melestarikannya. Kalaupun budaya nasional tersebut ditata sedemikian rupa,
hanyalah dalam rangka untuk memperoleh income dari negara-negara luar.
Bukan income sebagai efek atau manfaat dari upaya pelestarian dan
pengembangan budaya nasional itu sendiri. Kata pariwisata menjadi kata yang
bermakna “dijual” agar memperoleh income sebanyak-banyaknya bahkan kalau
boleh semua unsur budaya nasional harus bisa mendatangkan income bagi
negara. Semestinya yang menjadi prioritas negara adalah melakukan upaya-upaya
pelestarian dan pengembangan budaya-budaya nasional dengan sebaik-baiknya.
Sehingga menjadi lestari, menarik dan disenangi orang yang selanjutnya akan
menjadi “pemancing” bagi masyarakat dan turis asing untuk melihat dan
menikmati keindahaannya, barulah income terjadi. Jangan dibalik
bahwa untuk memperleh income maka pariwisata harus ditata dan
dikembangkan. Ini berarti niatnya kurang tepat. Yang benar adalah mari kita
tata dan kembangkan budaya nasional dengan baik, dengan sendirinya income
akan datang.
Sebagai contoh di kota-kota besar telah banyak
cagar budaya yang tidak dirawat dengan baik dengan alasan pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah tidak memiliki dana. Akhirnya lokasi-lokasi tersebut
diubah bahkan diganti dengan bangunan mall atau pusat perbelanjaan. Ini
artinya pemerintah tidak memiliki niat yang besar untuk melestarikan budaya
nasional. Oleh karena itu, penulis lebih setuju bila kebudayaan menjadi satu
departemen dengan pendidikan, karena dalam “kebudayaan” ada unsur
pendidikan bahkan dapat menjadi media yang harus dilestarikan oleh generasi
muda sebagai penerus bangsa sejak sekolah dasar sampai perguruan tinggi, bukan
malah kebudayaan hanya “dikomersilkan” saja seperti yang terjadi saat ini.
2. Pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah harus memperhatikan upaya pelastarian budaya nasional. Pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah tidak boleh hanya memprioritaskan pada bidang politik
dan ekonomi saja. Tetapi juga pada bidang budaya, karena budaya adalah bagian
dari kehidupan masyarakat karakter bangsa yang perlu memperoleh perhatian.
Pemerintah harus menyediakan kecukupan dana untuk pelestarian budaya
walaupun pemerintah punya banyak utang. Bahkan pertanyaannya adalah
seberapa besar utang tersebut yang sudah digunakan untuk melestarikan dan
mengembangankan budaya nasional. Soal utang, kita bisa melihatnya pada tabel di
bawah ini:
Tabel 1. Hutang Pemerintah Indonesia Pada Era
SBY-JK
No
|
Tahun
|
Besaran Hutang Luar Negeri
|
1
|
Awal 2004
|
Rp.1.299 Trilliun ($ 139,9
Milliar AS)
|
2
|
2006
|
$ 33,34 Milliar AS
|
3
|
2007
|
$ 39,44 Milliar AS
|
4
|
2008
|
$ 55,56 Millar AS
|
5
|
2009
|
$ 57,6 Milliar AS
|
Total utang Luar Negeri
|
Rp.1.700 Trilliun
|
Maka, pemerintah pusat maupun pemerintah daerah
perlu bekerjasama dengan pihak swasta terutama perusahaan besar untuk menjadi
binaan dan tanggung jawab agar budaya nasional dapat dilestarikan dan
dikembangkan.
3. Generasi muda bangsa Indonesia harus
mempunyai rasa kebanggan terhadap budaya nasional. Generasi muda harus bisa
menampilkan budaya nasional pada setiap moment, bukan sebaliknya menjadi
generasi muda yang tidak jelas identitasnya bahkan banyak yang mengikuti
budaya-budaya asing supaya dikatakan gaul, termasuk korban globalisasi. Era
globalisasi yang didukung dengan teknologi internet mestinya dimanfaatkan
sebagai media pelestarian budaya nasional dengan cara mempublikasikan atau
bahkan “mendokumentasikan” pada dunia tentang keanekaragaman budaya nasional
bangsa Indonesia. Sehingga, masyarakat dari bangsa lain dapat membaca,
mengetahui dan mengenal budaya-budaya nasional Indonesia. Jangan sebaliknya,
generasi muda Indonesia justru menjadi korban dari negara-negara maju akibat
publikasi budaya yang menyebar bahkan dapat “meracuni” generasi muda karena
ketidakmampuan melakukan “filterisasi” berbagai “budaya” negara maju tersebut.
4. Budaya nasional yang terdapat pada
masing-masing pemerintah daerah yang merupakan ciri khas daerah seharusnya
wajib dipatenkan oleh pemerintah daerah. Sehingga tidak dibebankan pada
masyarakat dan menjadi milik pemerintah daerah atas nama masyarakat, karena
budaya nasional tidak boleh dimiliki hak patennya oleh satu orang saja tapi
milik semua masyarakat yang ada di daerah tersebut. Seperti Tari Reog harus
dipatenkan oleh pemerintah daerah Ponorogo dan menjadi milik masyarakat Ponorogo
dan Tari Pendet harus dipatenkan oleh pemerintah daerah Bali atas nama
masyarakat Bali. Budaya nasional yang terkait dengan Suku Dayak di Kalimantan
dapat menjadi masalah bilamana tidak segera diperhatikan, karena di Malaysia
juga terdapat Suku Dayak yang berbatasan dengan Kalimantan Timur dan wilayah
Sabah Malaysia Timur dan Kalimantan Barat yang berbatasan langsung dengan
wilayah Serawak Malaysia Timur. Paling tidak pemerintah daerah menjadikan
budaya nasional sebagai bagian dari kegiatan-kegiatan pemerintah daerah pada
hari-hari tertentu sebagai suatu upaya pelestarian budaya Dayak di Kalimantan
Timur dan Kalimantan Barat. Demikian juga budaya Melayu yang terdapat di Riau,
Pekan Baru yang sangat mirip dengan budaya Melayu yang berbatasan dengan Johor
dan Pulau Pinang Malaysia Barat. Festival-festival budaya perlu dilaksanakan
dalam rangka melestarikan budaya nasional tersebut sehingga tidak lagi di klaim
sebagai budaya Malaysia saja.
Budaya Nasional merupakan aset Bangsa Indonesia
yang harus memperoleh perhatian terutama di era Globalisasi saat ini. Budaya
nasional menjadi bagian penting negara Indonesia yang dapat dikembangankan dan
dikelola sebaik-baiknya. Itu penting agar dapat berfungsi lebih luas tidak
hanya sekadar warisan ataupun adat istiadat masyarakat Indonesia yang dirayakan
ataupun dilaksanakan pada saat peringatan hari Sumpah Pemuda atau hari Pahlawan
saja. Budaya nasional harus menjadi bagian dari aset Bangsa Indonesia yang
dapat mendatangkan pendapatan bagi masyarakat dan negara. Tentunya perlu ada
suatu kesadaran secara nasional dan dilaksanakan oleh seluruh masyarakat
Indonesia pada semua aspek kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Tindakan yang dilakukan Malaysia yang
selalu mengklaim kebudayaan milik bangsa Indonesia sebenarnya juga didasari
banyak faktor dan bukan tanpa alasan, karena pada dasarrnya dahulu Malaysia
pernah tergabung kedalam nusantara sehingga membuat Malaysia merasa bahwa
kebudayaan yang dimiliki Indonesia juga dimiliki oleh negaranya dan mereka
tidak merasa telah mencurinya.
Namun karena hanya sedikitnya kebudayaan
yang dimiliki malaysia membuat Malaysia berniat untuk mengakui budaya-budaya
Indonesia sebagai miliknya juga, dan dengan alasan bahwa negara kita dengan
negara mereka serumpun membuat Malaysia semakin leluasa mengambil beraneka
ragam budaya yang kita miliki.
5.2 Saran
Hendaknya
kita dapat berusaha mempertahankan kebudayaan daerah yang telah ada saat ini
dan memperkuat interaksi sosial yang berlandaskan pancasila demi menjaga
ketahanan dan persatuan nasional negara Indonesia.
Untuk mewujudkan
keberhasilan ketahanan sosial budaya warga negara Indonesia perlu: Kehidupan
sosial budaya bangsa dan masyarakat Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, rukun, bersatu, cinta tanah air, maju, dan sejahtera dalam
kehidupan yang serba selaras, serasi dan seimbang serta mampu menangkal
penetrasi budaya asing yang tidak sesuai dengan kebudayaan nasional.
DAFTAR PUSTAKA
1. Abubakar,
Suardi, 2007, Menuju Masyarakat Madani, Yudhistira, Jakarta.
2.
Djumhardjinis,2012, Pendidikan Pancasila, Demokrasi, dan Hak Azazi
Manusia(Suplemen Materi Perkuliahan), Widya, Jakarta.
3. Kusuma,
A.B, 2009, Lahirnya Undang – Undang Dasar 1945, Badan penerbit Fakultas Hukum
UI, Jakarta.
4.
Latif, Yudi, 2010, Negara Paripurna, Historitas, Rationalitas, dan Aktualitas
Pancasila, Gramedia, Jakarta.
5. Lembaga
Ketahanan Nasional, 1995, Ketahanan
Nasional, Balai Pustaka, Jakarta
6. Sumarsono,
S, 2001, Pendidikan Kewarganegaraan,
PT. Gramedia
Pustaka
Utama, Jakarta.
7. Zubaidi,
Achmad, Kaelan, 2007, Pendidikan
Kewarganegaraan, Paradikma, Yogyakarta.
10. http://regional.kompasiana.com/2013/04/14/ketahanan-nasional-dalam-bidang-sosial-budaya-551249.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar